Wanita Bergaun Merah di Stasiun Tengah Malam Yang Misterius

Wanita Bergaun Merah di Stasiun Tengah Malam Yang Misterius post thumbnail image

Bayangan di Bawah Lampu Neon

Langit gelap memantulkan kilauan lampu neon di dinding stasiun, membawa suasana beku. Saat jam menujuk pukul dua belas, aku melihat wanita bergaun merah berdiri di ujung peron dengan tatapan hampa. Nafasku tercekat—gaunnya yang berwarna darah kontras dengan kerikil lusuh di rel kereta. Sekali langkah, ia menoleh, dan senyumnya yang kelam menghantui setiap sel otakku. Inilah malam ketika ketakutan dimulai.

Desahan Rel Sepi

Kereta terakhir telah berlalu, meninggalkan desahan rel yang bergaung panjang. Aku merasakan panggilan lembut: “Ikuti aku…” Suara itu datang dari arah bayangan gaunnya yang berkibar pelan. Rutinitas para penumpang usang berganti sunyi, tergantikan oleh derak kaki tanpa wujud. Di antara suara angin, suara gesekan kain merah menusuk—tanda wanita bergaun merah bergerak mendekat, mengundangku menyusuri jalur rel.

Bisikan di Ruang Tunggu

Aku melangkah ke ruang tunggu beton, bangku-bangku kosong berderet. Di meja informasi, papan pengumuman berkedip: “Stasiun ditutup.” Namun di balik pengumuman itu, terukir sebagai kaligrafi kapur:

“Jangan tinggalkan aku sendirian.”
Tulisan itu berganti kata setiap detik, seolah tangan gaib menulis ulang—kali ini: “Ikutilah langkahku.” Aku menoleh dan melihat bayangan wanita bergaun merah menari di balik jendela pecah.

Refleksi di Kaca Patah

Lampu gantung di langit-langit stigma berkelip, memantulkan serpihan kaca. Dalam bayangan retak aku melihat wajah pucatnya—mata hitam tanpa iris, menyedot cahaya. Gaunnya yang panjang merentang, menebar aroma anyir. Ia melipat tangan, mendesah lirih. “Bersamaku kau takkan pernah pergi.” Desakannya mengoyak kewarasan, dan kaca-kaca itu membentur lantai, memekakkan telingaku.

Jejak Sepatu Berdarah

Setiap kali aku mundur, aku menginjak jejak sepatu hak tinggi yang membekas noda merah. Denyut detak jantungku menari di dada. Langkahku terhenti di ujung koridor sempit, dindingnya basah terkoyak—bekas kuku panjang merobek semen. Dan di balik sobekan itu, terlihat sosok wanita bergaun merah membusung, mulutnya terbuka mengerang seperti pecahan kaca.

Panggilan di Kotak Tiket

Di sudut stasiun, kotak tiket tua berdiri lapuk. Saat aku mendekat, mesin tik di dalamnya berdetak sendiri, mengetik satu kata demi satu kata:

“Selamat datang… teman terakhirku.”
Aku meraih pintu kotak—tapi terkunci. Kini suara mesin tik bersahutan dengan desah angin, menciptakan simfoni ngeri. Sosok bergaun merah mendekat, meraba pintu dengan jari-jari putih berkerut, seolah menandai bahwa aku dipenjara di antara rel dan waktu.

Tarikan Menuju Rel

Tanpa alasan, lantai bergoyang. Aku terlempar ke rel, dan kereta bayangan melintas tanpa suara—cahaya lampunya menciptakan garis memutih. Wanita bergaun merah berdiri di atas rel itu, tangannya merentang. Ia menunggu, memanggil, menggoda: “Masuki kegelapan bersamaku.” Aku berusaha bangkit, namun kaki terkubur di pasir halus yang muncul tiba-tiba di antara kerikil.

Puncak Teror di Jembatan Besi

Jembatan besi tua menghubungkan peron satu ke peron dua. Saat aku memaksakan langkah, suara rantai berderik—jembatan berayun menakutkan. Gaun merah itu menari di ujung, tersenyum menanti. Ketika aku hampir tiba, lantai besi retak, dan aku merosot ke bawah—tepat di hadapan kakinya. Ia tertawa serak, merunduk, kemudian menghilang dalam asap pekat, meninggalkan gaun merah yang berdarah terurai.

Bayangan yang Tak Pernah Pergi

Pagi menyingsing, stasiun kembali terisi. Namun aku sendiri terdampar di peron kosong dengan ransel basah. Tak ada jejak darah atau gaun merah—hanya bekas jejak kaki kecil yang menghilang di balik pintu otomatis. Sejak malam itu, kau mungkin melihat sosok di stasiun lain, dengan lampu neon berkelip dan rel sunyi. Bila kau melihat sekilas wanita bergaun merah, ketahuilah: ia tak pernah benar-benar pergi, dan kau mungkin teman berikutnya.

Bisnis & Ekonomi : Isu Aktual Ekonomi Indonesia: Tantangan & Peluang 2025

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Post