Teror Bengkel Tua: Misteri yang Menghantui di Balik Pintu

Teror Bengkel Tua: Misteri yang Menghantui di Balik Pintu post thumbnail image

Pintu yang Mengundang

Langkah kaki mereka bergema, membangkitkan teror bengkel tua yang tersembunyi di balik pintu berkarat itu. Dini, Rafa, dan Tio saling berpandangan dengan napas tertahan. Malam sudah larut, namun rasa penasaran memaksa mereka menembus malam, mendekati bengkel yang kini hanya dibiarkan sunyi—selama puluhan tahun, konon, tak ada yang berani menyentuh perabotnya lagi.

Menguak Aura Kelam

Begitu pintu terbuka, aroma oli tengik dan baja berkarat langsung menyergap indra. Transisi dari dunia luar ke dalam semacam pintu lain: suhu udara turun, dan senter Dini menyalakan cahaya kuning pucat, menari-nari di antara rak perkakas yang berdebu.

“Aku merinding,” bisik Rafa, suaranya bergetar.
“Tenang,” jawab Dini, padahal tangannya gemetar menahan senter.

Bayangan Masa Lalu

Di sudut bengkel, mesin las tua berdiri seperti patung terkutuk. Tio menyentuhnya perlahan, dan seketika terdengar suara ketukan—seperti orang mengetuk besi. Mereka berpaling, namun hanya bayangan temaram yang menari di dinding. Transisi ketegangan terasa sempurna; dari rasa ingin tahu kini membuncah takut.

Dinding yang Berbicara

Menyusuri lorong sempit di belakang bengkel, mereka menemukan dinding penuh grafiti. Di antara coretan-coretan anak sekolah tempo dulu, terlukis tulisan samar:

“Jangan biarkan aku keluar.”
Tangan Dini hampir terlepas dari senter.
“Siapa yang menulis ini?”
Tak ada jawaban, kecuali suara mereka sendiri yang bergema.

Dentuman di Tengah Malam

Tiba-tiba dentuman berat—seperti palu menabrak besi—mengagetkan mereka. Transisi dari bisu menjadi kegaduhan memaksa mereka terpisah. Dini dan Rafa lari ke kanan, sementara Tio terjebak di lorong sempit.

“Tio!” teriak Dini, namun hanya gema yang membalas.

Konfrontasi dengan Entitas

Di lorong buntu, Tio menyalakan senter lagi, menatap sosok tinggi berbalut minyak hitam. Mata entitas itu—kosong namun menusuk—menghadang. Tio menjerit, lalu terjatuh. Cahaya senter terkapar di lantai, menebar lingkaran cahayanya. Transisi ketakutan menjadi keputusasaan: suara napas Tio tercekat, beradu dengan dentuman jarak jauh.

Rekonsiliasi dan Pengorbanan

Dini dan Rafa menemukan jalan ke lorong sempit itu. Mereka melihat Tio terkulai, senter masih menyala, menyorot wajah pucatnya. Entitas itu mengangkat tangan gumpal lumpur, seolah hendak menjerat Tio lagi.
Dini maju tanpa pikir panjang, memukul entitas dengan palu bengkel. Ledakan suara logam memecah kesunyian, memaksa sosok hitam itu mundur. Dengan susah payah, mereka menyeret Tio keluar.

Pelarian ke Permukaan

Mereka berlari menembus kegelapan, pintu bengkel di depan mata. Transisi dari kegelapan pekat ke kilatan lampu jalan seakan melahirkan harapan. Namun, sebelum keluar, entitas itu muncul satu kali lagi—sekilas bayangan hitam di ambang pintu—menatap mereka dengan dendam.

Bayangan yang Tak Hilang

Pagi harinya, bengkel tua kosong kembali. Hanya sisa kaki kursi dan coretan grafiti yang menceritakan tragedi semalam. Dini, Rafa, dan Tio pulang dengan trauma mendalam—tubuh mereka selamat, namun jiwa mereka terikat oleh kenangan kelam.
Mereka sadar, teror bengkel tua itu belum berlalu. Siapa tahu, malam berikutnya, pintu berkarat itu akan kembali terbuka untuk memanggil korban baru.

Gaya Hidup : Setiap Hari Adalah Kesempatan Baru: Mulai dari Hari Ini

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Post