Terali Karat di Jembatan Sengatan Mengundang Maut Kelam

Terali Karat di Jembatan Sengatan Mengundang Maut Kelam post thumbnail image

Terali karat di jembatan sengatan selalu menyimpan cerita kelam; terlebih ketika malam merayap pelan dan angin dingin menerpa tubuh. Kemudian, bisik-bisik penduduk setempat tentang hilangnya pejalan kaki menimbulkan rasa ngeri yang kian memuncak. Selanjutnya, kisah ini mengikuti tiga sahabat nekat yang memutuskan menyelidiki asal-usul terali karat di jembatan sengatan—meskipun banyak warga melarang.

Malam yang Sunyi

Pada awal Juni, tepatnya tengah malam, Raka, Dinda, dan Arief berkendara menuju jembatan tua itu. Tiba-tiba, lampu senter Dinda padam, sehingga kegelapan mencekam—namun ia segera menggantinya dengan baterai cadangan. Meskipun begitu, langkah mereka terasa berat dan hati berdebar. Setelah itu, angin bertiup kencang, menghasilkan dentingan logam yang menggema di rel kereta tak terpakai.

Bayangan di Ujung Jembatan

Ketika ketiganya menjejak papan kayu rapuh, muncul bayangan bergerak cepat di ujung jembatan. Bahkan sebelum mereka menyadari, sosok tinggi menjulang dengan sorot mata merah menyala telah berdiri di balik terali karat di jembatan sengatan. Kemudian, sosok itu mengetuk-ngetuk gagang besi dengan suara berderit yang menusuk tulang.

Teror Terali Karat

Begitu teriakan horor pecah, mereka berlari—namun arus panik justru memisahkan Raka dari Dinda dan Arief. Selanjutnya, Raka berhenti sesaat, menyeka keringat dingin, dan kembali memanggil nama sahabatnya. Tiba-tiba, ia menyadari bahwa terali karat di jembatan sengatan itu tak hanya berfungsi sebagai pagar—melainkan juga penjara kekuatan gaib yang terperangkap lama.

Pengejaran Tanpa Jalan Keluar

Arief terdengar memanggil dari ruang kegelapan di bawah dek kayu. Setelah itu, langkahnya terhenti saat kayu yang lapuk patah dan ia terperosok turun. Namun, Dinda berhasil menarik tangan Arief; meski lampu senter mereka sempat mati, suara jeritan mencekam bersahutan dari sela-sela terali karat di jembatan sengatan.

Kebenaran Menghantui

Akhirnya, di bawah cahaya remang-remang bulan, terkuaklah penampakan sosok seorang perempuan berkebaya lusuh dengan wajah terkoyak darah. Ia melayang tepat di atas lintasan tua itu, dan jarinya yang keriput menunjuk ke arah Raka. Meski rasa takut menjerat, Raka membatin bahwa focus keyphrase “terali karat di jembatan sengatan” sesungguhnya merujuk pada kutukan kuno guna mengikat arwahnya di sana.

Pertempuran Melawan Bayang-bayang

Meskipun begitu, ketiganya memutuskan berupaya membebaskan roh malang tersebut. Mereka membaca doa sementara Arief menepuk pelan terali karat di jembatan sengatan. Seketika, suara gemeretak keras menggema, lalu debu beterbangan. Kemudian, bayangan perempuan itu menjerit mengiris, sebelum akhirnya terhisap ke dalam celah besi.

Namun walaupun demikian, kelegaan itu tak bertahan lama. Baru beberapa menit berlalu, suara derap kaki tak kasat mata terdengar lagi di bawah jembatan, menyiratkan bahwa kutukan “terali karat di jembatan sengatan” masih jauh dari selesai. Dengan napas terengah, Dinda menatap teman-temannya lalu berbisik, “Kita tak akan kembali ke sini lagi.”

Food & Traveling : Rawon, Hidangan Khas Jawa Timur yang Melegenda

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Post