Telinga Kedua di Dinding Kamar yang Menjerit di Malam Sunyi

Telinga Kedua di Dinding Kamar yang Menjerit di Malam Sunyi post thumbnail image

Kamar Baru, Suara Lama

Sejak malam pertama pindah, Dina merasa ada yang berbeda. Selain itu, suara dengung lembut tapi menusuk muncul dari balik plester tua—telinga kedua di dinding kamar seolah menangkap detak jantungnya dan menggandakannya dalam gema menyeramkan. Meskipun ia menutup telinga, suara tetap merambat, membuatnya terjaga hingga fajar.

Bisikan yang Memanggil

Kemudian, saat lampu redup diéang sedikit lebih terang, Dina mendekati dinding itu. Selain bisikan samar, ia mendengar kata “keluar… keluar…” bergema—kata yang sama terngiang di mimpinya malam demi malam. Sebaliknya, rasa takut menghalangi langkahnya, namun keingintahuan memaksanya menyentuh plester retak.

Penemuan Lubang Rahasia

Selanjutnya, jari-jemarinya menemukan tonjolan logam kecil. Setelah menekan beberapa kali, potongan plester terlepas, memperlihatkan lubang mini. Di dalamnya, terdapat potongan kain tua dan sebagian rambut yang tampak lembap. Dina berusaha menarikkannya, tetapi sesuatunya bergeser dengan suara berderak, seakan lubang itu “menelan” paksa kain tersebut.

Malam Kedua yang Mencekam

Pada malam berikutnya, suara jeritan parau mengeluarkan nada yang tak manusiawi—sebuah persilangan antara tangisan bayi dan tawa gila. Sambil bergetar, Dina merekam dengan ponsel; di rekaman, jelas terdengar dengung berlapis: “buka… bebaskan…” seakan telinga itu menuntut pembebasan. Setelah itu lampu kembali padam dan kamar diselimuti pekat.

Asal Usul Dinding

Karena teror kian menjadi-jadi, Dina menyelidiki sejarah rumah. Ia menemukan catatan di arsip kelurahan: dulu, pemilik lama—seorang penyanyi opera—meninggal tragis saat berlatih di kamar ini. Konon, suaranya pernah memecah keheningan, lalu terdiam selamanya. Dinding ini diyakini menjadi penjara nyanyian jiwa yang tak pernah lepas.

Ritual Pembebasan

Lalu, dipandu intuisi dan bisikan dalam mimpi, Dina menyiapkan ritual sederhana: lilin putih, dupa, dan secarik kertas bertuliskan lirik terakhir sang penyanyi. Dengan penuh waspada, ia membacanya sambil memutar piringan vinyl usang yang menyala sendiri. Perlahan, dengung berganti nada merdu pilu, hingga sesaat semua kembali senyap.

Konfrontasi Akhir

Namun baru beberapa detik, plester retak melebar sendiri. Dari dalam, muncullah sosok samar: kepala miring, mulut ternganga seolah menahan teriakan, dan dua telinga terbungkus kain lusuh. Dengan tatapan kosong, ia menatap Dina—telinga kedua di dinding kamar kini hidup. Jantung Dina berhenti, dan ia menjerit tertahan.

Kelegaan yang Menipu

Sesaat kemudian, sosok itu menghilang—digantikan udara hangat yang menenangkan. Lampu menyala ulang, dinding kembali utuh. Dina lunglai, namun lega. Pintu kamar terbuka, dan ia keluar menjerit memanggil tetangga. Meski ia berhasil memecahkan bisikan, suara plester yang dikelupas tetap menunggu.

Jejak Abadi

Kini, setiap orang yang melewati kamar itu mendengar dengung samar—persis seperti telinga kedua di dinding kamar yang berbisik memanggil. Bahkan setelah Dina pergi, suara tetap bergema di malam sunyi—menunggu korban berikutnya untuk membuka rahasia di balik dinding kelam.

Gaya Hidup : Seks Sudah Biasa? Fenomena Pergaulan Masa Kini

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Post