Ketukan di Senja Berembun
Saat rembulan mulai merangkak naik di langit kelabu, suara tangan kiri yang mengetuk jendela pertama kali bergema. Mentari yang tenggelam menyisakan hawa dingin menembus celah kaca, sedangkan aroma tanah basah menyatu dengan gerimis tipis. Pada mulanya, hanya ketukan pelan, seolah meminta izin.
Suara Bayangan yang Mendekat
Namun selanjutnya, ketukan itu berubah semakin cepat, seirama detak jantung yang panik. Tiap kali jarum jam bergeser, jari-jari kayu pada kusen bergetar, menimbulkan suara gemeretak. Terlebih lagi, desahan angin seakan menyelimuti rumah tua itu dengan bisikan lama yang tak bisa dipahami akal.
Sekilas Siluet di Tirai
Melalui tirai merah yang setengah terbuka, seorang gadis bernama Laras menatap kosong. Namun, bayangan di balik jendela bukan manusia—tulang belulang tipis tersembul di balik lengan panjang. Setiap kali cahaya lampu menyentuhnya, sosok itu berubah, seolah satu langkah lebih dekat.
Bisikan Menjalar di Dinding
Selain itu, dari balik papan kayu, terdengar bisikan lembut:
” Buka… pintu… biarkan aku masuk… “
Kata-kata itu mengalir perlahan, menembus selubung kesunyian. Laras merasakan bulu kuduknya meremang, sementara jantungnya berdegup seperti mau meledak.
Bayangan Tangan yang Membekas
Tiba-tiba, jendela berguncang hebat. Kemudian, tangan kiri pucat menempel pada kaca, jari-jari kaku mencakar permukaannya. Stain darah kering menghitam di sekitar kuku. Laras meringis, namun kakinya terpaku. Akan tetapi, naluri bertahan hidup memaksanya mundur beberapa langkah.
Pelarian Gerimis dan Teriakan Malam
Saat Laras berlari menuruni tangga berderit, suara ketukan berubah menjadi derap langkah yang mengikuti. Selanjutnya, teriakan memekik terdengar dari loteng:
” Dia memanggilmu… dia menunggu… “
Meskipun jarak memisahkan, ketukan itu tetap mengirimkan getaran dingin. Laras berusaha membuka pintu belakang, tetapi gagangnya terkunci rapat.
Puncak Teror di Ruang Tamu
Akhirnya, Laras terhenti di ruang tamu, lampu remang-redup berkilatan. Kaca depan memantulkan bayangan tangan kiri yang mengetuk jendela, lebih jelas dari sebelumnya. Sosok itu membuka mata—dua bola hitam berlubang menatap lurus.
Dengan cepat, Laras meraih kursi kayu, sementara tangan gemetar menahan nafas. Namun benda keras itu tak mampu menghancurkan kesunyian yang melingkupi. Selanjutnya, sosok itu menghilang, dan jendela terbuka sendiri, memanggil angin dingin masuk.
Titik Balik: Berhadapan dengan Luka Lama
Ketika Laras menoleh, sosok ibunya berdiri di sudut, wajahnya pucat, mata berkaca. Oleh karena itu, Laras menyadari, ketukan ini adalah warisan luka lama—arwah ibunya yang pernah menunggu di balik tirai saat hidup.
Jejak Darah dan Pelita Mati
Besoknya, rumah tua itu sunyi. Namun, bekas ketukan masih tercetak di kaca jendela, menyerupai jejak tangan anak kecil. Dan setiap kali malam menjelang, tangan kiri yang mengetuk jendela akan datang lagi, menuntut pertanggungjawaban jiwa yang terlantarkan.
Sosial Budaya : Menyelami Kesakralan Mistis Tempat Wisata Gunung Kawi