Penemuan Malam Itu
Pada lorong laboratorium sunyi, tabung vial berisi pedih tergeletak di atas meja baja berlumut. Seketika, kilau cairan hitam pekat memantulkan sorot lampu yang berkedip, menimbulkan desah dingin yang merambat di kulit.
Bisikan dari Vial
Kemudian, suara halus terdeteksi—seperti jeritan teredam—membuat Dr. Arga menunduk mendekat. Tanpa peringatan, uap pekat mengepul keluar, merasuk ke saluran ventilasi dan meninggalkan rasa getir di udara.
Analisis Pertama
Selanjutnya, tim toksikologi memeriksa sampel. Komposisinya asing: protein purba bercampur neurotoksin. Setetes saja cukup memicu halusinasi mengerikan dan rasa pedih yang membakar saraf.
Alarm Darurat
Tak lama kemudian, sistem alarm laboratorium meraung. Segala pintu otomatis mengunci, lampu neon berkedip, dan kipas ventilasi berputar liar—seolah merespons kemarahan makhluk di dalam vial.
Jejak Halusinasi
Para teknisi yang awalnya penasaran mulai melontarkan keluhan: “Aku melihat bayangan di sudut lab…,” “Aku merasakan tangan dingin mencengkeram…” Bersamaan, grafik monitor detak jantung mereka menanjak drastis.
Kekacauan di Lorong
Tanpa disangka, tabung itu terangkat oleh gaya tak kasat mata—melayang perlahan menyusuri koridor. Para peneliti mengejar, namun setiap langkah diikuti gema langkah lain yang tak terlihat.
Ruang Karantina
Kemudian, vial dipindahkan ke ruang karantina. Namun, pintu baja berkedip merah. Di layar pengaman, tampak tabung berdenyut, uapnya membentuk wajah muram yang menatap balik.
Kontak Pertama
Dr. Nisa, mengenakan hazmat suit, mencoba menutup segel. Saat jarinya menyentuh tutup, ia terpental—keringat dingin membasahi helmnya—lalu suara “lepaskan… lepaskan…” menggema di dalam helm.
Ledakan Halusinasi
Sementara itu, gas halusinogen menyusup melalui retakan pintu. Para ilmuwan terjungkal, menjerit melihat sosok ular raksasa melilit tiang laboratorium, meski tak ada ular sama sekali.
Kebingungan dan Ketakutan
Kemudian, Dr. Arga meraba saku dan menyadari vial yang mereka kunci—lenyap. Panik merasuk: siapa yang membawa pergi makhluk purba ini?
Pengejaran Gelap
Di koridor sempit, Dr. Arga mengejar sosok berkabut yang membawa vial. Setiap sudut lab dipenuhi bayangan yang menari, menambah kepanikan hingga napas tersengal.
Ruang Pemusnahan
Mereka tiba di ruang laser tingkat tinggi. Tanpa pikir panjang, Dr. Arga mengarahkan laser ke vial—tapi sebelum ditembak, uap menyelubungi lensa, membuat laser memantul liar.
Ledakan Energi
Dentuman hebat mengguncang gedung; serpihan kaca beterbangan. Semua jatuh terduduk; lampu-lampu padam serentak, meninggalkan kegelapan pekat.
Uap Mematikan
Begitu cahaya darurat menyala, kasur oksigen dan alat pacu jantung berdenting; vial tetap utuh di tengah ruangan, uapnya makin pekat, menebarkan aura kematian.
Pelarian Panik
Dr. Nisa terkapar, sementara Dr. Arga merangkak keluar. Di lorong, tubuh para staf berserakan; mereka tertidur abadi dengan senyum kesakitan di wajah.
Koridor Berdarah
Tiap langkah Dr. Arga menimbulkan jejak darah gelap. Di dinding, tulisan “LEPAS SEGELNYA” tercorat-coret dengan kuku – tanda korban terakhir sebelum kegilaan.
Keluar ke Dunia
Saat akhirnya ia mencapai pintu keluar, fajar mulai merekah di cakrawala. Tapi udara pagi terasa berat, diselimuti aroma kimia mematikan yang menguar tajam.
Hilangnya Vial
Di halaman, polisi dan ambulans berkerumun. Namun, saat Dr. Arga menjelaskan insiden, petugas menemukan ruang karantina kosong—vial hilang tanpa jejak.
Fragmen Terakhir
Sebelum pingsan, Dr. Arga menyelipkan pecahan kaca kecil ke saku jasnya. Pecahan itu masih berdenyut, menandakan tabung vial berisi pedih belum musnah.
Awal Kengerian Baru
Akhirnya, laporan resmi menyebut “kebocoran kimia.” Namun Dr. Arga sadar: teror purba itu kini berkeliaran bebas, menunggu korbannya berikutnya—dan kengerian sejati baru saja dimulai.
Otomotif : Motor Unik Buatan Tangan: Kreativitas Tanpa Batas dari Berbagai Negara