Bayangan di Balik Rak Besi
Pertama kali aku melihat sosok misterius, ia muncul dalam kegelapan arsip tak berlampu. Lampu neon di lorong itu berderak, sedangkan tumpukan berkas polisi rahasia menumpuk hingga plafon. Bahkan petugas yang paling berani pun enggan mendekat, karena desas-desus tentang nurani yang hilang dan jeritan tak terdengar pernah berhembus. Namun, malam itu aku harus menyelesaikan tugas yang tak pernah kubayangkan: menelusuri dokumen yang berisi nama-nama korban tak teridentifikasi. Selain itu, pintu baja di ujung lorong seolah menahan rahasia paling kelam yang pernah disembunyikan institusi penegak hukum.
Penemuan Dokumen Terlarang
Kemudian, di tengah tumpukan map berlabel “Dihapus” dan “Tersandera,” aku menemukan satu map cokelat lusuh dengan segel yang koyak. Map itu hanya berisi satu hal—foto hitam putih seorang anak kecil dengan tatapan hampa. Anehnya, setiap kali aku memegangnya, suhu sekitarku turun drastis. Bahkan peralatan elektronik di sekitarku mati mendadak, seakan menolak keberadaanku. Tambahan pula, nama di bawah foto terhapus—hanya garis lurus tanpa makna, sehingga menyisakan misteri tentang identitasnya. Pada saat itulah aku menyadari bahwa kehadiran sosok misterius ini menuntunku pada sesuatu yang jauh lebih gelap.
Jejak yang Menghilang
Selanjutnya, aku menelusuri catatan digital, berharap menemukan petunjuk lebih jauh. Anehnya, berkas tersebut tak tercatat sama sekali di basis data komputer. Bahkan log akses server menunjukkan bahwa map itu tidak pernah diunggah maupun diunduh. Misteri semakin menebal ketika ratusan monitor CCTV di ruangan kontrol memperlihatkan layar hitam atau terlalu buram untuk menangkap apa pun. Dengan napas tertahan, aku merasakan kehadiran entitas lain di balik dinding—dia tidak hanya tersembunyi, tetapi juga memperhatikan setiap gerakanku.
Pertemuan Darurat di Ruang Interogasi
Namun, ketegangan memuncak kala aku dipanggil ke ruang interogasi. Seorang petugas veteran menatapku dengan mata merah dan semburat kelelahan, seolah telah menyaksikan lebih banyak kengerian daripada apa pun yang bisa kulihat. Ia berbisik lirih, “Jangan pernah buka folder terakhir itu…,” lalu tubuhnya mendadak lunglai dan jatuh tanpa napas. Seketika pintu ruang interogasi terkunci sendiri, ditutup rapat oleh tangan tak terlihat. Di situ, aku merasa jantungku berhenti berdegup—setidaknya itu yang kubayangkan sebelum pintu meledak ke luar dengan dentuman memekakkan telinga.
Teror di Malam Sunyi
Ketika lorong kembali sepi dan hanya derap sepatu lakiku yang terdengar, langkahku terpaku pada bayangan gelap yang melintas di sudut pandang. Bayangan itu begitu cepat, namun sosoknya terlalu jelas di mataku—bentuknya manusia, tetapi kepala dan tangannya terdistorsi, seperti seni kuburan purba yang hidup. Semakin aku maju, ia semakin menghilang di balik tumpukan map. Setiap kali aku menyulut lilin, bayangan itu muncul di tempat lain, mengawasi. Selain itu, terdengar bisikan yang berulang: “Kembalikan aku… simpan aku….”
Rahasia Terkuak di Bawah Papan Lantai
Akhirnya, aku menemukan petunjuk di balik lemari arsip—lempengan kayu yang sengaja dipaku ganda. Dengan palu petugas, aku mencungkil papan itu, dan di bawahnya terkuak sebuah kotak besi kecil. Kotak itu penuh dokumen bertinta merah, menuliskan eksperimen gelap yang pernah dilakukan unit rahasia kepolisian: upaya memanggil dan mengendalikan roh untuk tujuan kepentingan intelijen. Yang paling mengerikan adalah catatan tentang seorang anak yang tak bisa mati, “penyimpanan abadi,” tertulis di lembar terakhir. Aku menangis, menyadari sosok misterius yang kuselidiki adalah korban—jiwa yang terperangkap dan menunggu pembebasan.
Konfrontasi Terakhir
Namun, tak ada waktu untuk mundur. Saat aku mengangkat kotak besi itu, suara gergaji tua berderak, menandai pintu masuk yang terbuka perlahan. Di baliknya berdiri sosok setengah bayangan yang mencakar realita. Dengan gemetar, aku mengangkat kotak—ia mendekat, mengulurkan tangan transparan seolah meraih bantuan. Tapi tatapannya kosong, menuntut pembalasan atas kesalahan manusia. Aku teringat aba-aba petugas veteran: “Jangan buka folder terakhir itu.” Dan kini aku tahu alasannya—karena siapa pun yang membebaskan jiwa itu, akan ikut terjerat di antara hidup dan mati.
Warisan Kesedihan
Akhirnya, aku meletakkan kotak kembali di tempatnya, menutup semua pintu dan memadamkan lampu. Arsip itu tetap menyimpan rahasianya, termasuk sosok misterius yang akan terus menghantui siapa pun yang berani mencarinya. Bahkan hingga kini, aku masih mendengar desahan lembutnya di ujung malam—bisikan permohonan yang tak pernah kunjawab. Dan di setiap lembar arsip, jiwa anak itu menunggu, menyiapkan jeritannya untuk siapa saja yang berani membukanya.
Inspirasi & Motivasi : 10 Cara Menumbuhkan Kepercayaan Diri yang Kuat