Perempuan Bergaun Hitam di Jembatan Panjang Situbondo

Perempuan Bergaun Hitam di Jembatan Panjang Situbondo post thumbnail image

Jembatan yang Tak Pernah Sepi

Malam di Situbondo sering diselimuti kabut tebal, terutama di sekitar jembatan tua yang membentang di tepi hutan Baluran. Warga setempat menamai tempat itu Jembatan Panjang. Di siang hari, jembatan itu tampak biasa saja, tapi begitu malam tiba, suasananya berubah dingin, mencekam, dan tak jarang membuat pengendara enggan lewat.

Menurut cerita yang beredar, setiap kali pukul dua belas malam, muncul sosok perempuan bergaun hitam berjalan pelan di atas jembatan, rambut panjangnya menutupi wajah, dan langkahnya diiringi suara air menetes.

Banyak yang menganggapnya legenda lama, tapi bagi mereka yang pernah melihat, sosok itu bukan sekadar bayangan. Ia nyata, dan menatap balik dengan mata penuh dendam.


Kedatangan Jurnalis Lokal

Arman, seorang jurnalis dari Banyuwangi Post, ditugaskan menulis laporan tentang mitos-mitos jalan nasional pantura. Salah satu lokasi yang paling banyak disebut warga adalah Jembatan Panjang Situbondo.

Ketika Arman tiba di lokasi sore hari, jembatan itu tampak sepi. Angin laut membawa aroma asin bercampur bau besi berkarat. Ia memotret beberapa sisi, lalu berbincang dengan seorang penjual kopi di dekat sana.

“Mas, jangan berhenti di tengah jembatan malam-malam,” ujar si penjual kopi, Pak Darto. “Dulu ada kecelakaan. Seorang perempuan bergaun hitam lompat dari jembatan itu karena dikhianati kekasihnya. Sejak itu, tiap bulan purnama dia menampakkan diri.”

Arman hanya tersenyum skeptis. Ia tak percaya hantu, tapi diam-diam, rasa penasaran membuatnya memutuskan untuk menunggu malam di lokasi.


Malam Pertama: Kabut dan Suara Langkah

Pukul sebelas malam, Arman menyalakan kamera dan duduk di kap mobilnya di tepi jembatan. Kabut mulai turun, menutupi sebagian jalan. Suara jangkrik lenyap, digantikan hembusan angin berat seperti desahan panjang.

Tiba-tiba, mikrofon di kameranya menangkap suara langkah pelan—“tap… tap… tap…”
Arman menyorotkan senter ke arah depan jembatan. Kosong. Tapi kamera menampilkan siluet samar seseorang berjalan di tengah kabut.

Lalu dari balik kabut itu muncul perempuan bergaun hitam. Gaunnya basah seperti baru keluar dari air, dan rambutnya menutupi seluruh wajah. Arman terpaku. Tangannya gemetar menahan kamera.

“Siapa kamu?” suaranya bergetar.

Sosok itu berhenti. Lalu, dengan suara serak dan lambat, menjawab:

“Aku menunggu… dia yang tidak pernah kembali.”

Udara tiba-tiba membeku. Arman mundur, tapi kakinya terasa berat seperti menempel di tanah. Ketika ia berhasil menoleh, sosok itu sudah hilang.

Namun di layar kameranya, perempuan bergaun hitam itu masih terlihat—tepat di belakangnya.


Pagi yang Menyisakan Jejak

Pagi harinya, Arman memeriksa hasil rekamannya. Semua suara terekam jelas, termasuk bisikan samar di menit akhir:

“Kau mirip dia…”

Ia mencari tahu lebih dalam. Dari arsip polisi daerah, ditemukan laporan lama tentang seorang wanita bernama Ratna Ayu, korban kecelakaan di jembatan itu tahun 1998. Ia melompat ke sungai setelah dikhianati tunangannya, seorang perwira muda yang menghilang tanpa jejak.

Beberapa hari setelah peristiwa itu, pengendara sering melihat perempuan bergaun hitam berdiri di tempat yang sama. Bahkan, beberapa saksi mengaku melihat mobil mereka berhenti sendiri ketika melintasi jembatan saat malam purnama.


Malam Kedua: Sosok di Tengah Jalan

Arman memutuskan kembali malam itu, kali ini membawa temannya, Rizal, seorang fotografer. Mereka menyiapkan drone untuk merekam dari udara.

Saat jam menunjukkan pukul dua belas lewat dua menit, drone mulai terbang di atas jembatan. Di layar tablet, tampak kabut tebal menggulung pelan. Namun, dari tengah kabut muncul perempuan bergaun hitam, berdiri menghadap kamera drone.

“Mas, ini aneh. Dia kayak tahu kita ngerekam,” ujar Rizal dengan suara serak.

Drone tiba-tiba kehilangan sinyal dan jatuh ke sungai. Di saat yang sama, dari arah belakang, terdengar langkah kaki mendekat. Arman menoleh dan melihat sosok yang sama berdiri di ujung jembatan.

Rambutnya terurai panjang, matanya hitam seluruhnya, dan dari mulutnya menetes air hitam pekat.

“Kau mirip dia… kenapa kau tinggalkan aku di sini?”

Arman menatapnya kaget. Sosok itu perlahan melangkah mendekat, meninggalkan jejak air di permukaan jalan. Rizal menarik Arman, tapi begitu mobil mereka menyala, kaca depan retak sendiri—dari dalam, seolah ada yang memukul keras.

Mereka melarikan diri tanpa menoleh lagi.


Pengakuan Seorang Penjaga Jalan

Keesokan paginya, Arman menemui Pak Samin, penjaga jalan tol lama yang kini bertugas di daerah sekitar jembatan. Pria itu menatapnya dengan wajah serius.

“Kalau Mas sudah lihat perempuan bergaun hitam, artinya dia sudah menandai. Biasanya, tiga malam berturut-turut, dia akan datang lagi—bukan untuk menakut-nakuti, tapi untuk mengambil.”

Arman terdiam.

“Mengambil?”
“Iya. Nyawa. Dia mencari pengganti.”

Pak Samin lalu memperlihatkan potret lama dari arsip pribadi: seorang pria muda berseragam polisi berdiri di jembatan, dengan latar belakang samar perempuan bergaun hitam di kejauhan.

“Itu tunangannya. Dulu dia kabur dari pernikahan dan meninggalkan Ratna di situ. Seminggu kemudian, pria itu ditemukan tenggelam di sungai, terikat pada gaun hitam yang sama.”

Arman menelan ludah. Ia mulai sadar bahwa sosok itu bukan legenda—melainkan roh yang masih mencari cinta dan pembalasan.


Malam Ketiga: Penebusan di Tengah Hujan

Hujan deras turun malam itu. Arman memutuskan kembali ke jembatan seorang diri, ingin menutup ceritanya dengan kesimpulan nyata. Ia membawa foto lama Ratna Ayu yang ia dapat dari arsip.

Kabut makin tebal. Angin menderu membawa suara-suara samar. Tiba-tiba, di tengah jembatan, muncul perempuan bergaun hitam, kali ini lebih jelas dari sebelumnya. Wajahnya pucat dengan bekas luka di leher, matanya memancarkan kesedihan mendalam.

“Kau mirip dia… tapi bukan dia.”

Arman menggenggam foto itu.

“Ratna, aku bukan dia. Tapi aku tahu dia menyesal. Tolong tenanglah.”

Sosok itu menatap lama, lalu tersenyum samar—senyum yang membuat darah Arman berdesir. Namun, tiba-tiba senyum itu berubah menjadi erangan panjang. Gaun hitamnya berkibar, menutupi seluruh jembatan seperti kabut.

Angin berhenti. Dunia hening.

Beberapa saat kemudian, hujan berhenti mendadak. Jembatan kembali sepi. Kamera Arman yang tertinggal di tanah hanya merekam bayangan hitam perlahan memudar ke arah sungai.


Penemuan Kamera dan Kesimpulan Tragis

Pagi harinya, warga menemukan mobil Arman terparkir di tepi jembatan, pintunya terbuka, dan kameranya tergeletak di jalan. Tidak ada tanda-tanda keberadaan Arman.

Ketika rekaman diperiksa, di menit terakhir terlihat Arman berjalan perlahan ke arah perempuan bergaun hitam yang berdiri di tengah jembatan, lalu berhenti di depannya. Sosok itu meraih tangannya, dan keduanya menghilang di balik kabut.

Sejak malam itu, beberapa pengendara mengaku melihat dua bayangan berjalan berdampingan di jembatan panjang Situbondo—seorang pria dan perempuan bergaun hitam—berjalan perlahan menuju ujung jembatan dan lenyap tanpa jejak.

Flora & Fauna : Proyek Reboisasi Berbasis Komunitas Sukses di Gunung Kidul

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Post