Patung Kepala Hilang di Museum dan Diganti dengan Nyata

Patung Kepala Hilang di Museum dan Diganti dengan Nyata post thumbnail image

Pada malam itu, patung kepala hilang di museum menjadi titik mula malam penuh derita. Pertama-tama, aku memasuki aula koleksi Mesir kuno dengan senter di tangan, berusaha menahan perasaan lembam yang menebal. Selanjutnya, aku memperhatikan reruntuhan vas berdebu dan nisan kayu yang lenyap tertelan bayangan. Bahkan sebelum aku menyorot lampu senter pada patung kepala milik Firaun, aura dingin telah mengiris lapisan kulit, membuat napas tertahan.

Penemuan yang Membeku Darah

Kemudian, ketika sorot senter menyingkap patung tersebut, aku terperangah—kepala patung telah hilang, diganti oleh sosok nyata yang terbaring kaku. Tidak hanya sendi dan tulang, melainkan kulitnya bersisik, seakan baru saja diambil dari lubang kubur. Oleh karena itu, aku mundur beberapa langkah, namun lantai batu berderit seakan menahan langkahku. Lebih dari itu, aroma tajam darah kering menyergap hidungku, memaksa kepalaku berputar pusing.

Suara Lirih dari Kamar Gelap

Selanjutnya, terdengar desahan lirih, serupa bisikan para arwah yang menanti pembebasan. Padahal, lorong lorong museum itu hanya diisi jejak sepatu petugas malam. Akan tetapi, desahan itu berulang semakin jelas—“Kembalikan kepala ku…” Suara itu menembus ruang hampa, memaksa jantungku berdegup lebih cepat. Bahkan senter di genggamanku berkedip, menciptakan tarian cahaya dan bayangan menakutkan.

Jejak Cakar di Dinding

Beberapa saat kemudian, aku melihat goresan panjang menyerupai cakar di permukaan marmer, seolah ada makhluk buas yang menekan dengan kekuatan penuh. Karena penasaran, aku mengangkat senter lebih tinggi, tetapi cahaya membuat goresan itu tampak seperti pintu menuju jurang kegelapan. Setelah itu, aku merasakan tanah bergetar, dan aku terpaksa merangkak menjauh untuk menyelamatkan diri—tetapi lorong yang semula panjang tampak semakin memendek, menciptakan ilusi menyesatkan.

Pertemuan dengan Sosok Hidup

Lalu, di sudut ruangan pameran, aku menatap sosok wanita berkebaya putih, menunduk sambil memegang kepala patung aslinya. Wajahnya tak utuh; satu sisi mulutnya terbelah, menimbulkan bisikan ngeri. Karena itu, aku menahan napas, namun tak mampu menahan suara gemeretak tulangku. Sementara itu, patung kepala hilang di museum terus berputar perlahan, menunjuk ke arahku dengan mata kosong.

Kengerian Meningkat

Transisi suasana menjadi semakin intens ketika lampu malap berkedip-kedip. Meski petugas keamanan meronda setiap jam, malam itu tak ada satupun langkah yang terdengar kecuali gema langkahku sendiri. Bahkan setelah beberapa detik yang terasa seperti abad, aku mendadak merasakan sentuhan dingin di punggung—tulang belakangku seolah terjepit rahang es. Lalu, sosok wanita itu menoleh perlahan, dan matanya menatap lurus ke jiwaku.

Pelarian yang Gagal

Kemudian, aku berlari menuju pintu darurat, menekan tuas besi dengan tangan gemetar. Namun, pintu itu terkunci otomatis dan alarm tidak berbunyi. Oleh sebab itu, aku memukul pintu dengan segenap tenaga, namun suara tumbukan itu teredam dalam keheningan mematikan. Sementara itu, patung kepala hilang di museum bergetar, dan kepala aslinya terangkat perlahan, seakan terbang mengejarku.

Titik Nadire Horor

Akhirnya, aku terjerembap di lantai dingin, tangan dan lutut terluka oleh pecahan gerabah. Ketika kulihat ke atas, wanita berkebaya itu telah berdiri tepat di depan wajahku. Dengan transisi yang begitu mengejutkan, ia melayangkan kepala patung asli ke pelipisku. Rasa nyeri tegak seperti kilasan petir, membuat mataku berkunang. Setelah itu, kepalaku terasa berat seakan menahan beban neraka purgatori.

Akhir yang Mencekam

Pada akhirnya, aku terbangun di ruang UGD rumah sakit, terbungkuk oleh selimut putih. Meskipun dokter menyatakan aku hidup, aku tahu sebaliknya. Segala kenangan malam itu—ketika patung kepala hilang di museum berganti arwah tersebut—membekas selamanya. Kini, setiap deru ambulans dan gemerincing instrumen medis mengingatkanku pada bisikan, cakar, dan tatapan tanpa mata yang memburu.

Olahraga : Renang Artistik Indonesia Curi Perhatian ASEAN Games

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Post