Nada Sendu dari Kamar Terkunci: Jeritan di Balik Pintu Baja

Nada Sendu dari Kamar Terkunci: Jeritan di Balik Pintu Baja post thumbnail image

Prolog: Dentuman di Malam Hening

Nada sendu dari kamar terkunci tiba-tiba pecah di lorong gelap, menembus keheningan malam. Bahkan sebelum pintu besi berderit, detak jantung berdetak tak beraturan menanti kengerian. Namun demikian, rasa penasaran memaksa tangan meraih gagang pintu yang terkunci rapat. Selanjutnya, udara di ambang pintu terasa panas, menolak dingin malam yang biasa menguar. Oleh karena itu, setiap detik berubah menjadi bisu penuh ketegangan.

Bagian I: Bayangan di Ambang Baja

Kilatan Mata Merah

Kemudian, kilatan merah menyambar cepat di sela pintu. Bahkan cahaya lentera menari kesana-kemari mencoba menembus. Setelah itu, bisikan lembut memanggil—“Masuk…”—seolah suara perempuan yang terluka. Sementara itu, ketukan di balik pintu semakin cepat, memaksa naluri bertahan hidup bergejolak.

Bagian II: Lembaran Diary Berlumut

Selanjutnya, pintu baja terbuka pelan dengan derit panjang. Bahkan aroma lembab memukul hidung saat memasuki ruang sempit. Lalu, di pojok kamar tergeletak sebuah diary berlumut. Meskipun tulisan hampir pudar, baris pertama berbunyi:

“Mereka mengurungku di sini. Setiap malam, aku mendengar nada sendu yang tak kunjung reda.”

Kemudian, tangan gemetar membuka tiap lembar, mendapati coretan darah kering di ujung kertas.

Bagian III: Bisikan di Bawah Ranjang

Namun, begitu lampu digerakkan ke bawah ranjang, muncul bayangan tangan menekuk celah papan. Bahkan suara nafas berat terdengar pelan, menakutkan lebih dari apapun. Selanjutnya, bisikan memecah kesunyian—“Tolong…”—tapi suaranya berubah parau seperti kematian menjerit.

Bagian IV: Wajah di Cermin Retak

Kemudian, pandangan tertarik pada cermin retak di dinding. Bahkan cahayanya memantul, memperlihatkan wajah pucat dengan mata hitam pekat. Setelah itu, pantulan itu mencondongkan kepala, seakan menatap langsung ke dalam jiwa. Meskipun rasanya mustahil, bayangan itu berkedip pelan, mengundang ketakutan lebih mendalam.

Bagian V: Piano Kecil di Sudut Ruang

Selanjutnya, piano kecil di sudut tiba-tiba memainkan nada sendu tanpa sentuhan. bahkan tutsnya bergetar sendiri, memecah keheningan menjadi teror mencekam. Lalu, denting nada itu berubah cepat menjadi jeritan sumbang, membuat bulu kuduk berdiri. Oleh karena itu, langkah kaki terasa tertahan, terperangkap dalam melodi kematian.

Bagian VI: Bayangan yang Muncul dari Lantai

Kemudian, lantai kayu berderak di bawah sosok gelap yang merangkak keluar. Bahkan suaranya seperti kuku mencakar papan rapuh. Setelah itu, bayangan merayap naik ke tempat tidur, menutupi seluruh cahaya lentera yang tersisa.

Bagian VII: Konfrontasi di Titik Nol

Selanjutnya, nada sendu dari kamar terkunci berpadu dengan jeritan dan tawa dingin. Bahkan udara di sekitar seakan bergetar, menahan napas. Meskipun ketakutan memuncak, tangan menemukan diary kembali, membuka halaman terakhir. Tulisan terakhir berbunyi:

“Aku bukan yang terakhir. Kau akan menjadi selanjutnya.”

Kemudian, bayangan menjatuhkan diary, mendorong tubuh ke lantai.

Bagian VIII: Pelarian Tanpa Jawaban

Namun demikian, pintu baja menutup sendiri dengan suara benturan keras. Bahkan lentera padam, meninggalkan kegelapan total. Selanjutnya, tangan meraba-dinding, mencari saklar yang entah dimana. Meskipun langkah terdengar bergema, setiap jejak seolah menghilang ditelan lantai kayu. Oleh karena itu, hanya nada sendu yang terus terngiang, menuntun siapa pun yang berani kembali ke kamar terkunci.

Epilog: Gaung di Balik Pintu Baja

Akhirnya, pagi menjelang, petugas keamanan membuka kamar. Namun tak satu pun korban ditemukan; hanya pintu terkunci dan piano kecil yang berhenti bermain. Selanjutnya, hanya gaung nada sendu dari kamar terkunci yang bisa terdengar, membekas di ingatan siapa saja yang mendekat.

Bisnis dan Ekonomi : E-commerce Lokal vs Global: Siapa Unggul di 2025?

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Post