Malam Tangan Ketiga di Bahu Saat Foto Keluarga Diambil Ulang

Malam Tangan Ketiga di Bahu Saat Foto Keluarga Diambil Ulang post thumbnail image

Pada malam itu, tangan ketiga pertama kali terasa di bahu Rina saat ia berdiri di depan kamera. Selain itu, lampu kilat menciptakan bayangan aneh di belakang keluarga, seolah ada sosok yang tak terlihat ikut berfoto. Meskipun seluruh anggota keluarga tersenyum, Rina merasakan dingin menusuk—seakan ada telapak tangan wujud lain yang meremas bahunya. Setelah itu, ayahnya memeriksa hasil jepretan dan terperanjat melihat lekuk lengan kecil di bahu Rina, padahal di sana seharusnya kosong. Oleh karena itu, sesi foto diulang. Namun demikian, setiap kali lampu kilat menyala, cahaya memantulkan siluet samar jari-jari panjang yang tak pernah ada di ruangan itu.

Kemudian, Rina berusaha tenang. Sementara itu, adiknya yang duduk di pangkuan ibu juga tampak bingung, mengernyit melihat sesosok kabur di sudut frame. Lantas, sang ibu memperkenalkan kamera ke posisinya masing-masing, berharap kekeliruan teknis. Namun, setiap foto yang mereka ambil ulang justru semakin menegaskan kehadiran tangan ketiga yang terus membayang, menyalip lensa, dan menakut-nakuti mereka dalam keheningan malam.

JEJAK BAYANGAN

Setelah beberapa kali mencoba, keluarga memutuskan memeriksa latar belakang ruang tamu. Selain itu, mereka menyalakan semua lampu untuk mengusir kesan angker. Akan tetapi, bayangan panjang berkelebat di belakang sofa, bergerak pelan menembus sela tirai. Bahkan, ketika Rina berjalan mendekat, bayangan itu mendadak lenyap, meninggalkan koridor gelap lebih panjang dari biasanya. Padahal, koridor rumah mereka hanya sependek lima langkah.

Meskipun demikan, adiknya menjerit, menunjuk buku foto lama yang tergeletak di meja. Di halaman pertama, foto keluarga yang sama diambil dua puluh tahun silam—serupa persis dengan tata ruang sekarang. Namun, pada foto itu, seorang gadis kecil mengenakan gaun putih berdiri di samping ibu, menatap kameranya tanpa senyum. Selain itu, di pundaknya terlihat tangan ketiga serupa, seakan meraih sesuatu dari balik bahu sang ibu. Karena itu, terasa ada hubungan kelam antara masa lalu dan malam ini.

TRANSISI KE RIWAYAT KELAM

Kemudian, ayah menelusuri arsip lama di loteng, berharap menemukan asal-usul foto itu. Sementara itu, lampu loteng berkedip, kabel tua berderit menakutkan. Setelah menelusuri puluhan album, ia menemukan catatan tangan—tertera tahun 1995—menceritakan tentang seorang anak perempuan bernama Melati yang meninggal karena kecelakaan di halaman rumah. Meski awalnya sebatas cerita lokal, konon arwah Melati tak pernah tenang, terus mengulangi momen kebersamaan bersama ibunya.

Oleh karena itu, adik tertua mengenang bagaimana ia pernah mendengar suara tawa kecil di tengah malam, lalu pintu loteng tertutup sendiri. Selain itu, pada rekaman CCTV ruang tamu, terdengar suara gemerisik kain putih di sudut frame, persis di sebelah kursi ibu. Namun demikian, setiap kali diperiksa, rekaman itu terhapus sendiri lima detik sebelum suara muncul. Akhirnya, muncul kecurigaan bahwa kejadian foto keluarga malam ini bukan kebetulan, melainkan panggilan arwah Melati yang haus perhatian.

MENDALAM KEKOSONGAN

Selanjutnya, keluarga memutuskan melakukan sesi foto ulang di lokasi berbeda—halaman belakang, di bawah pohon mangga tua. Namun demikian, malam itu hujan gerimis. Selain itu, petir memecah keheningan, menyorot siluet tinggi di balik dedaunan. Tampak sebuah figur anak, berdiri di samping Rina, menunduk dan menatap kamera. Saat flash menyala, bayangan teman bermain baru itu tampak jelas: sosok girlie berpakaian putih lusuh dengan tangan ketiga di bahunya.

Meskipun kakak tertua panik, mereka memeriksa hasil jepretan lewat layar kamera. Ternyata, foto itu sama sekali tak menampilkan hujan, melainkan langit malam cerah bintang. Selain itu, sosok anak itu lebih jelas—wajah polosnya memancarkan kesedihan yang begitu mendalam. Setelah itu, suara ratapan pelan terdengar, seakan arwah itu berbisik: “Jangan lupakan aku.” Oleh karena itu, ketegangan meningkat ketika mereka sadar foto ini bukan milik mereka, melainkan replikasi sempurna dari kenangan yang belum selesai.

BISIKAN DAN RENDAH HATI

Kemudian, sebelum mereka sempat berkomentar, suara suara rengekan tiba-tiba bergema di telinga Rina—lembut namun menusuk syaraf. Ia menggigil, merasakan jari-jari dingin mengepal di bahunya. Selain itu, aroma bedak bayi bercampur tanah lembab menyergap indra penciumannya. Meskipun matanya terpejam, ia dapat merasakan figur kecil berdiri tepat di belakang, menunggu pengakuan. Namun demikian, ia menolak memalingkan kepala, takut jika menatap langsung pada lubang hitam tatapan yang kosong.

Pada saat itu, sang ibu meraih tangan Rina dan berkata dengan suara bergetar: “Anakku, tolong bebaskan dia.” Sang ayah kemudian membuka album foto lama, menatap wajah Melati di balik kacamata besar dan senyuman polos, lalu berkata lantang memanggil namanya. Selama beberapa detik, hening mendalam menyelimuti halaman rumah. Seolah waktu terhenti, hanya detak jantung yang bergema.

MOMEN KLIMAKS YANG MEMBAYANG

Akhirnya, setelah teriakan memanggil nama Melati berkali-kali, pohon mangga bergoyang hebat tanpa angin. Bahkan, cabang-cabang patah dan daun berguguran, menari di udara malam. Meski hujan deras belum bertahan lama, air tumpah dari cabang membentuk tirai air alami. Namun, di balik tirai itu, sosok Melati menatap langsung ke arah mereka, bibirnya tersenyum tipis. Selain itu, tangan ketiga di bahu Rina terasa mereda, bergeser turun seiring butiran air yang membasahi lengan.

Sementara itu, petir membelah langit, lalu kilatan terang membual: tampak tangan kecil Melati yang menyalami tangan ibu, sebelum menghilang bersama hembusan angin malam. Setelah kilatan itu, sunyi kembali menguasai. Hanya terdengar detak jantung dan rintik hujan yang mereda.

Beberapa hari kemudian, keluarga memeriksa ulang foto-foto sesi malam itu. Ternyata, semua gambar halaman belakang menunjukkan sosok Melati yang semakin pudar seiring sesi berlanjut—dengan wajah penuh damai. Akan tetapi, satu foto terakhir menunjukkan blank frame, hanya retakan cahaya putih di tengah gelap. Meski kamera mereka berfungsi normal, foto itu tidak pernah bisa diakses.

Kini, setiap kali mereka melihat album lembar pertama—foto keluarga di ruang tamu—tangan ketiga itu telah lenyap sepenuhnya. Namun demikian, luka di bahu Rina masih meninggalkan bekas dingin di kulitnya. Oleh karena itu, mereka percaya meski panggilan arwah Melati telah dijawab, kenangan serta kekosongan yang dihasilkan tak akan pernah benar-benar sirna.

Kesehatan : Menjaga Pola Makan Teratur untuk Cegah Obesitas

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Post