Lorong Bayangan di Balik Jendela yang Mengintai Malam Kelam

Lorong Bayangan di Balik Jendela yang Mengintai Malam Kelam post thumbnail image

Prolog: Bayangan Pertama

Pada malam itu—ketika angin dingin berdesir pelan—Lorong Bayangan di Balik Jendela menyambutku dengan kesunyian yang menakutkan. Awalnya aku tidak percaya desas-desus penduduk setempat; namun, ketika pertama kali melihat sosok kelam terpantul di kaca berdebu, aku tersentak. Meskipun jantungku berdegup kencang, aku memaksakan diri untuk melangkah lebih jauh, sebab rasa penasaran sering kali menjadi awal dari mimpi buruk.


Kedatangan Penjaga Baru

Pertama-tama, aku bertugas sebagai penjaga malam di bekas pabrik kayu yang kini terbengkalai. Kemudian, aku menyalakan senter dan menelusuri lorong berderit, sementara kilatan senter menyibak gelap. Setelah itu, langkahku terhenti di depan jendela besar—cahaya temaram bulan menembus celah papan, menciptakan bayangan siluet bergerak. Namun hati kecilku menangkap suara getir, seakan ada yang menggaruk kaca dari sisi dalam.


Bisikan Tersembunyi

Kemudian tiba-tiba, terdengar bisikan lirih yang memanggil namaku. “Kembalilah…” Suara itu melengking di telinga, membuat bulu kuduk meremang. Selain itu, aroma apek dan tanah lembap menyeruak, menandai adanya lubang rahasia di ujung lorong. Sementara itu, lantai kayu lapuk di bawah kakiku meranggas saat aku melanjutkan langkah, seolah menolak kehadiranku.


Pintu yang Terkunci Rapat

Selanjutnya, aku menemukan pintu besi berkarat dengan gembok tua. Meskipun mencoba membukanya, gembok itu menolak digoyang. Bahkan setelah beberapa kali hentakan dan desakan, pintu tetap terkunci rapat. Tiba-tiba, bayangan panjang melintas di sisiku—aku menoleh, nyaris kehilangan napas ketika sosok tanpa wajah berdiri di dekat pintu itu, perlahan menjulurkan tangan.


Gerakan di Balik Kaca

Namun demikian, jendela tua yang kukira hanya untuk penerangan malam ternyata menjadi saksi bisu kelam. Karena itulah, aku memfokuskan pandangan ke permukaan kaca berdebu. Lentera senter mengungkap bekas tapak tangan kecil yang meneteskan cairan gelap, bak darah yang baru saja tumpah. Kemudian bayangan kecil itu menepi, hanya untuk muncul kembali di posisi berbeda—seakan menertawakanku tanpa suara.


Jejak Sejarah yang Terpendam

Selanjutnya, kucari catatan sejarah pabrik di ruang arsip. Di sana terdapat foto keluarga pemilik lama, dengan seorang anak perempuan bermata sendu. Namun tanpa diduga, sosok anak itu seakan melangkah keluar dari bingkai foto—bayangannya menempel di jendela tua. Setelah membaca catatan singkat, kutahu bahwa tragedi keluarga itu dimulai saat putri kecil menghilang tanpa jejak pada malam badai.


Rintihan di Lorong Panjang

Kemudian aku mendengar rintihan keras bergema, membuat lantai bergetar. Bahkan dinding retak seolah menahan rasa sakit yang terdalam. Suara itu berasal dari lorong utama yang membentang jauh, dipenuhi pintu-pintu terkunci. Tiba-tiba, satu per satu pintu meledak terbuka, menampakkan lorong gelap yang berantakan—di sanalah malaikat kematian menari, memanggil korban selanjutnya.


Puncak Teror: Pertemuan dengan Bayangan

Namun pada saat itulah aku menatap langsung sosok bayangan yang menghantui Lorong Bayangan di Balik Jendela: wujud pucat dengan mata kosong, senyuman mengerikan, dan tubuh yang terdistorsi. Karena ketakutan, aku kehilangan kata, hanya mampu menjerit. Meski begitu, bayangan itu malah melangkah mendekat dengan tenang, seakan mengundangku untuk bergabung dalam tarian kematian.


Ritual Penyingkiran Kutukan

Selanjutnya, aku teringat inskripsi di bingkai jendela kuno: baris-baris latin yang menggambarkan ritual penebusan dosa. Dengan tangan gemetar, aku membacanya dalam hati—ulangi kata-kata itu, dan bayangan akan sirna. Bahkan ketika suara bayangan mendekat, aku terus menerus melafalkan, meski napas tercekat. Sementara itu, angin menjerit, membawa serpihan debu dan kegelapan yang pekat.


Akhir yang Menggantung

Akhirnya, saat kata terakhir terucap, sosok bayangan terhuyung mundur dan menghilang bersama kepulan kabut. Namun pintu keluar lorong tetap tertutup. Kesunyian kembali merajai pabrik tua. Karena itu aku menyadari: kutukan belum sepenuhnya terangkat. Pintu itu akan terbuka bagi pengunjung berikutnya—jiwa pemberani yang siap menyelesaikan kisah tragis di balik jendela itu.


Epilog: Bisikan Abadi

Meskipun fajar akhirnya menyingsing, bekas teriakan dan bayangan hitam masih terpatri di setiap sudut lorong. “Lorong Bayangan di Balik Jendela” akan terus menunggu, memanggil siapa saja yang mengabaikan peringatan. Dan bagiku, malam itu menjadi pengingat abadi bahwa kegelapan yang paling menakutkan tidak hanya berada di luar, melainkan di dalam jiwa yang terhimpit rasa bersalah.

Berita Terkini : Legalitas Judi Online di Indonesia: Antara Hukum dan Realitas

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Post