Lilin Menyala Sendiri di Depan Cermin Kosong Sunyi Malam Itu

Lilin Menyala Sendiri di Depan Cermin Kosong Sunyi Malam Itu post thumbnail image

Pada malam itu, lilin menyala sendiri di depan cermin menjadi saksi bisu bisikan kegelapan. Pertama-tama, aku memasuki kamar tua dengan langkah tertatih. Selanjutnya, aku menutup pintu dengan perlahan, berusaha meredam suara derit engsel yang menembus keheningan. Meskipun kupikir ruang itu kosong, tiba-tiba aku melihat sosok bayangan bergeser di pinggir mataku. Bahkan, hawa dingin menusuk di sela-sela tulang rusukku, membuat napas terasa tercekat.

Titik Balik Misteri

Kemudian, aku menyalakan lampu di sudut ruangan. Akan tetapi, tiba-tiba lampu itu meredup, padam seketika, dan lilin menyala sendiri di depan cermin tanpa aku menyentuhnya. Padahal, aku menempatkan lilin itu jauh dari jangkauanku, di atas meja kayu yang lapuk. Justru ketika aku menatap api kuning temaram itu, pantulan cermin tampak kosong, seakan menelan segala cahaya dan harapan.

Desahan dari Masa Lalu

Selain itu, terdengar desahan lirih, seperti nafas panjang yang tertahan. Karena rasa penasaran, aku melangkah mendekat. Namun, kokoh kaki ini tiba-tiba bergetar, seolah menolak melangkah lebih jauh. Selanjutnya, aku meraih gagang pintu, berharap dapat melarikan diri. Akan tetapi, pintu itu terkunci dari luar tanpa suara. Seketika, aku terjebak di antara sorot lilin dan permukaan cermin yang kosong.

Bayangan yang Tumbuh

Ketika itulah, bayangan samar mulai muncul di balik pantulan kaca. Meski pada awalnya hanya seperti kabut tipis, lama-kelamaan wujudnya semakin jelas—sosok perempuan berkuntum rambut kusut, menunduk dengan tangan terulur. Bahkan saat aku menahan napas, lilin menyala sendiri di depan cermin justru berkedip-kedip semakin cepat, seolah merespons gerak-geriknya.

Puncak Teror

Kusutnya rambut perempuan itu menutup wajahnya, lalu ia mengangkat kepala perlahan. Dengan transisi yang luar biasa mengerikan, matanya menyala merah, menatap lurus ke arahku. Pada saat bersamaan, lilin itu tiba-tiba padam, meninggalkan kegelapan pekat. Namun kemudian, dalam hitungan detik, lilin menyala sendiri di depan cermin lagi, memancarkan cahaya yang bergetar hebat. Aku merasa jatuh ke dalam pusaran mimpi buruk—detik demi detik berlalu begitu lambat, dan setiap detak jantung berteriak ketakutan.

Keraguan dan Penyesalan

Setelah itu, aku berusaha berteriak, namun suaraku tak keluar. Karena panik, aku meraba saku jaket untuk mengambil ponsel. Akan tetapi, layar ponsel berkedip mati sebelum sempat kuaktifkan. Seolah suara dunia luar dibungkam. Sementara itu, kamar semakin hening, hanya suara detak jantungku yang bergema. Padahal, aku tahu jika terus terperangkap di sini, entah apa yang bakal terjadi.

Cahaya Tipis Harapan

Kemudian, dengan sisa keberanian, aku menunduk dan menjangkau kotak kayu kecil yang terletak di bawah meja cermin. Aku membuka tutupnya perlahan, dan di dalamnya terdapat foto hitam-putih seorang wanita tua sedang berdiri di depan cermin yang sama—tangan kanannya memegang lilin yang nyalanya begitu mirip. Meski rasa ngeri menyergap, aku justru merasa seperti menemukan petunjuk. Karena itu, aku membaca tulisan buram di balik foto: “Jangan biarkan ia kembali.”

Pelarian Sementara

Selanjutnya, aku meletakkan foto itu di atas meja dan berdiri. Namun, lilin menyala sendiri di depan cermin lagi-lagi berkedip, menari-nari seakan menggoda. Akan tetapi, tepat sebelum sosok perempuan itu melompat keluar dari cermin, aku berhasil mendorong meja ke arah tembok, menghentak kaca retak. Sementara kaca pecah berserakan, cahaya lilin berkedip final, lalu padam.

Keheningan yang Menyiksa

Pada akhirnya, kamar itu senyap total. Padahal, detak jantungku seperti masih berdentum keras di telinga. Bahkan setelah beberapa menit aku duduk terpaku di sudut ruangan, kesunyian tetap menghantui. Meskipun telah menghancurkan cermin, bayangan kelabu yang sebelumnya tertangkap rusak kaca—mungkin—telah bebas.

Akhiran yang Menggantung

Beberapa hari kemudian, setiap malam aku masih terbangun karena mimpi yang sama: lilin menyala sendiri di depan cermin, lalu sosok perempuan itu menoleh dan berbisik, “Kembalilah…” Kini, aku sadar bahwa apa pun yang terjadi, aku tidak akan pernah melupakan malam itu. Karena pintu kamar tak lagi sekadar penghalang, tetapi gerbang antara hidup dan kematian—yang entah kapan akan terbuka kembali.

Kesehatan : Medis Masa Depan: Inovasi Kesehatan yang Tersembunyi

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Post