Lift Rumah Sakit yang Berhenti di Lantai Tiga Belas

Lift Rumah Sakit yang Berhenti di Lantai Tiga Belas post thumbnail image

Lift Rumah Sakit yang Berhenti di Lantai Ketiga Belas Horor

Prolog: Tekanan di Balik Pintu Otomatis

Ketika malam telah larut dan koridor sunyi, lift rumah sakit sering menjadi satu‐satunya akses cepat ke lantai atas. Namun, suatu malam, lift itu berhenti mendadak di lantai ketiga belas—lantai yang dipasangi nomor palsu dan konon menyimpan kisah kelam. Pada saat itu, seorang petugas kebersihan, Dina, secara gak sengaja terjebak di dalamnya. Sejak itu, rumor menyeramkan mulai menebar, memanfaatkan rasa takut dan penasaran setiap warga rumah sakit.


Bagian I: Jejak Angin Dingin

Pada awalnya, lift beroperasi normal. Namun demikian, beberapa detik setelah menutup pintu, suhu di dalam kabin turun drastis. Selanjutnya, lampu kabin berkedip‐kedip, lalu padam sejenak sebelum menyala kembali dengan cahaya temaram. Lebih jauh lagi, terdengar desisan samar—seperti bisikan—meski tak ada orang lain di dalamnya. Oleh karena itu, Dina berusaha menekan tombol panel, namun tanpa hasil. Kejadian tersebut pun menempel kuat dalam ingatannya, seakan merasuk ke dalam jiwa.


Bagian II: Ruang Hampa di Lantai Terlarang

Ketika pintu lift akhirnya terbuka, Dina disambut koridor panjang tanpa lampu penerang. Bahkan, tanda arah di dinding tampak menghilang, digantikan grafiti kabur berupa angka “13” berulang kali. Meski demikian, ia menutup pintu lift dengan gemetar, lalu berbalik berharap ada penghuni lain—tetapi teriakan kecil bergema, membuat bulu kuduknya merinding. Kemudian, sebuah bayangan putih melintas di ujung lorong, lalu lenyap di balik pintu ruang operasi yang terkunci rapat.


Bagian III: Bisikan di Tiap Sudut

Lebih lanjut, saat Dina mendekati pintu tersebut, terdengar lagi bisikan: “Tolong aku… selamatkan aku…” Namun, suaranya teredam desisan mesin HVAC yang berdenyut. Sementara itu, lantai terasa seperti hidup, bergetar seakan menahan beban entitas tak kasat mata. Oleh karena itu, Dina menyadari bahwa lift rumah sakit ini hanyalah gerbang menuju lorong terlarang, tempat arwah tak tenang berkeliaran mencari korban.


Bagian IV: Sinar Senter yang Gagal

Lantas, dalam kegelapan, Dina menyalakan senter dari sakunya. Namun demikian, cahaya terpantul di dinding berlendir seolah menolak menampilkan apa pun. Bahkan ketika sinar menyapu sudut lorong, bayangan panjang terbentuk di dinding—seperti sosok anak kecil yang melambaikan tangan, padahal tak ada satupun orang di sana. Selanjutnya, lampu senter berkedip lalu mati, meninggalkan Dina dalam kegelapan pekat. Oleh karena itu, ketakutan mulai menguasai logikanya.


Bagian V: Rekaman CCTV dan Waktu yang Membeku

Pada akhirnya, Dina meraih panel interkom, menekan tombol panggil. Sementara ia menunggu respons, jarum jam di monitor CCTV berputar mundur, memperlihatkan ulang adegan yang baru saja terjadi—lift menyala, kemudian tiba‐tiba berhenti, dan pintu lift kembali menutup sendiri. Namun demikian, saat nomor lantai berganti menjadi “13”, layar CCTV justru menampilkan ruangan kosong. Dengan demikian, lift rumah sakit ini seolah melintas di luar dimensi waktu dan ruang.


Bagian VI: Tubuh yang Hilang di Kegelapan

Lebih menakutkan lagi, ketika petugas lainnya tiba dan membuka pintu, Dina telah lenyap tanpa jejak. Satu‐satunya tanda keberadaannya adalah senter rusak dan noda darah samar di lantai. Bahkan, sidik jari Dina tertinggal di tombol interkom, namun mayatnya tak pernah ditemukan. Oleh karena itu, desas-desus menyebar: setiap yang terjebak di lift malam itu akan dibawa entitas misterius ke lantai ketiga belas, wujud neraka tersembunyi di rumah sakit.


Bagian VII: Pengakuan Petugas Keamanan

Kemudian, Pak Arman, petugas keamanan, mengaku pernah mendengar cerita dari pendahulunya. Menurutnya, semasa Perang Dunia II, rumah sakit lama itu digunakan sebagai tempat perawatan korban perang, termasuk anak‐anak. Banyak yang meninggal secara tragis karena wabah dan kelaliman petugas militer. Oleh karena itu, arwah mereka mengadang korban di lift rumah sakit, menandai lantai ketiga belas sebagai pintu gerbang masa lalu kelam.


Bagian VIII: Ritual Penolak Bala

Selanjutnya, manajemen rumah sakit mengundang dukun kampung untuk melakukan ritual penolak bala. Mereka membakar dupa, menabur bunga di sekitar lift, dan membacakan mantera sambil menekan tombol lantai 13—meski sebenarnya tak ada. Namun demikian, saat ritual mencapai puncak, lampu lorong berkedip, terdengar dentuman keras, lalu semua alat elektronik mati. Rupanya, upaya menenangkan arwah justru memancing amarahnya. Sejak itu, lift menjadi benar‐benar terlarang.


Epilog: Peringatan di Depan Pintu Lift

Akhirnya, pada dinding dekat pintu lift dipasang plang peringatan: “Dilarang Menggunakan Lift Setelah Jam 22.00”. Bahkan, beberapa perawat rela mengambil tangga darurat meski melelahkan. Namun demikian, kadang terdengar suara langkah kaki dan jeritan tertahan di balik pintu—sebagai peringatan bahwa lift rumah sakit itu masih berfungsi sebagai perangkap kelam. Bagi yang nekat mencoba, mereka mungkin tak akan pernah kembali

Gaya Hidup : Gaya Hidup Atlet: Rutinitas Harian Timnas Garuda

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Post