Lemari yang Tidak Pernah Kosong: Kamar Kos Itu Masih Membuka Pintu

Lemari yang Tidak Pernah Kosong: Kamar Kos Itu Masih Membuka Pintu post thumbnail image

Cerita nyata

Cerita:

Sudah dua bulan sejak aku pindah dari kos angker di Dago. Kupikir semua selesai. Tapi ternyata, ada hal yang ikut terbawa bersamaku.

Semua mulai lagi saat aku mulai kos baru—lokasi berbeda, bangunan lebih modern, bahkan lebih ramai.

Namun malam pertama, jam dua pagi, aku terbangun.
Bukan karena suara, tapi karena bau—bau apek kayu tua, sama seperti lemari di kamar lamaku.

Dan saat itu juga aku sadar: di kamar baru ini, tidak ada lemari kayu.


Jejak dari Dunia Lain

Hari-hari berikutnya, gangguan mulai muncul lagi.

  • Bayanganku sering muncul lebih lambat dari gerakanku.
  • Aku menemukan goresan kuku di bawah meja, di lantai, bahkan di dinding belakang kasur.
  • Dan setiap malam, ada ketukan tiga kali di dinding sebelah kanan—tepat di tempat lemari biasanya berdiri.

Aku mulai kehilangan tidur. Tubuhku lelah, pikiranku tidak fokus. Suatu malam, aku tertidur sambil duduk di meja belajar… dan bermimpi.


Mimpi (atau Bukan?)

Dalam mimpi itu, aku kembali ke kamar kos lama. Tapi kali ini semua benda terbalik, menggantung di langit-langit.
Dan di tengah kamar berdiri lemari kayu besar, jauh lebih tinggi dari biasanya. Pintu lemari terbuka perlahan.

Di dalamnya… aku melihat diriku sendiri.
Tapi bukan aku yang sekarang. Sosok itu pucat, matanya kosong, tubuhnya kurus… dan tersenyum dengan mulut menghitam.

“Dimas yang satu belum keluar,” katanya.

Aku terbangun dengan keringat dingin dan—yang paling membuatku merinding—ada bekas kuku di bawah lengan bajuku. Bukan luka… tapi seperti dicengkeram.


Menghubungi Mang Edi Lagi

Aku akhirnya kembali menghubungi Mang Edi. Awalnya dia ragu bicara lewat telepon, tapi saat aku memaksa, dia berkata satu hal yang mengejutkan:

“Lemari itu… bukan sekadar tempat. Itu jalan.”

Menurutnya, arwah Nia bukan satu-satunya yang pernah “bersemayam” di dalam. Ada yang lain. Sesuatu yang lebih tua. Entitas yang tidak hanya terikat tempat, tapi terikat jiwa.

Jika seseorang “membuka jalan” dan mendengarkan, maka hubungan itu tidak akan putus meski kamu pergi ke ujung dunia.

Dan aku… sudah membuka jalan itu.


Akhir yang Terbuka

Aku mulai menyalakan lampu 24 jam. Menempelkan ayat-ayat suci di tiap sisi kamar. Bahkan tidur sambil berdoa.

Tapi malam-malam jam dua pagi tetap datang.

Dan selalu, ketukan tiga kali terdengar di dinding. Lalu bisikan:

“Masih ada tempat kosong di lemari itu…”

Kini aku tahu, aku tidak akan pernah sepenuhnya bebas. Lemari itu… mungkin bukan sekadar lemari. Tapi pintu untuk kembali. Atau menghilang selamanya.

Dan kalau kamu membaca cerita ini, tolong jangan ulangi kesalahanku.

Jangan dengarkan suara dari balik lemari.
Jangan biarkan dia bicara.
Karena sekali kamu menjawab…

Dia akan tahu namamu..

baca juga part 1 : Suara dibalik Lemari

Baca juga informasi Seputar Berita Terkini

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Post