Kedatangan Tak Terduga
Pada suatu malam berkabut, kuncup mawar hitam di koridor ditemukan tergeletak di lantai marmer retak. Awalnya, aku mengabaikannya, namun seiring langkahku mendekat, aroma anyir menyeruak, membekukan napas. Sementara itu, lampu dinding berderit seakan menolak kehadiranku.
Bisikan dari Bayang
Kemudian, terdengar bisikan lirih memanggil namaku, seolah berasal dari balik dinding bata kuno. Tanpa diduga, bayangan pucat menari di ujung koridor, lalu menghilang begitu kilat petir menyambar di kejauhan.
Sejarah Rumah Tua
Selanjutnya, kutelusuri asal rumah ini—dulunya milik seorang bangsawan yang lenyap tanpa jejak. Kabarnya, ia menanam mawar hitam sebagai simbol duka mendalam atas kematian istrinya. Namun, ia tak pernah pulang setelah menanam kuncup itu.
Getaran di Lantai
Kemudian, lantai marmer bergetar halus. Paku-paku rambut berdiri, dan langkahku terhenti. Lebih jauh, kuncup mawar hitam di koridor berdenyut—seolah detak jantung makhluk terperangkap di dalamnya.
Sorot Senter Goyang
Akhirnya, kupasang senter, namun sinarnya gemetar tak menentu. Setiap kali sorot menyapu mawar, bayang-bayang ranting menari liar, menciptakan wajah-wajah hantu di dinding.
Aroma Darah Tua
Sementara itu, suhu menurun drastis. Aku mencium aroma besi — darah tua yang menggenang tak terlihat. Tanpa kulangkahkan kaki, bulu kudukku meremang.
Jejak Tangan di Pintu
Kemudian, pandanganku tertuju pada pegangan pintu kayu. Jejak-gelap sidik jari tercetak, mengelabui mata. Saat kucoba memutar gagang, pintu menjerit terbuka—menampakkan ruangan sunyi penuh debu.
Lukisan yang Menangis
Setelah itu, dinding koridor dihiasi lukisan wanita berkerudung hitam. Air mata cat meleleh menjadi guratan merah, membuat wajahnya tampak menangis darah. Aku terguncang, namun kaki terus melangkah.
Suara Denyut Nadi
Selanjutnya, di ujung koridor, kuncup mawar hitam di koridor mulai berkembang. Setiap helai kelopaknya terbuka perlahan, disertai suara denyut nadi bagai detak jantung raksasa.
Cahaya Pelita Padam
Kemudian pelita di samping kuncup tiba-tiba padam. Koridor terjerembab dalam gelap. Bisikan kini berubah menjadi tawa getir yang bergema memantul di bata.
Bisikan Pinta Terakhir
Akhirnya terdengar jelas, “Bawalah aku… bebaskan aku…” suara itu memaksa. Angin dingin menerpa, merobek jubahku. Tanpa sadar, aku menyentuh kuncup, merasakan getah hitam merembes ke kulit.
Penyergapan Bayangan
Sementara aku terpana, bayangan melesat menabrakku. Rasanya seperti dijemput tangan es, mencengkeram leher. Napasku terhambat, dan jantung berdegup keras.
Perlawanan Terakhir
Kemudian, dengan segenap tenaga, kulepaskan kuncup mawar hitam di koridor. Keluarlah bayangan wanita itu—wajahnya terluka, tangannya terulur memohon. Aku mundur gigit jari menahan hawa ngeri.
Jeritan Penyesalan
Tiba-tiba, ia menjerit pilu, mengguncang jiwa. Koridor retak memanjang, dan lantai terbelah, menenggelamkan kuncup ke dasar tanah.
Keheningan Mematikan
Setelah teriakan reda, kesunyian jadi lebih pekat. Tak ada suara napas, hanya detik jam antik di dinding yang berdetak pelan.
Kunci Pintu Berderit
Sementara itu, pintu depan rumah tua berderit terbuka sendiri. Cahaya remang menyorot koridor, menghilangkan bayangan gelap.
Warna Merah Muda Terlarang
Kemudian, kusadari kelopak mawar yang terlihat—hitam berubah merah muda pucat, menandai rahasia dendam sang bangsawan terkuak.
Akhir yang Terpaksa
Akhirnya, aku melangkah keluar, meninggalkan koridor penuh hantu dendam. Namun, di saku jas, kugenggam setangkai kelopak—masih hangat dan berdenyut.
Jejak Penunggu
Sesosok bayangan tertinggal di ambang pintu—wajahnya samar menatap, lalu lenyap ke kabut malam.
Awal Teror Baru
Pada fajar esok, kuncup mawar hitam di koridor hilang tak berbekas. Namun aku tahu, dendam itu menunggu untuk mekar kembali—dan koridor ini akan berbisik lagi suatu malam kelam.
Bisnis & Ekonomi : Mengelola Keuangan di Tengah Krisis Ekonomi Global