Kuburan Bayi Tertimbun Bawah Lantai Kamar Kosong Tersembunyi

Kuburan Bayi Tertimbun Bawah Lantai Kamar Kosong Tersembunyi post thumbnail image

Kedatangan ke Rumah Tua

Pada suatu sore yang mulai meredup, aku kembali ke rumah peninggalan keluarga di pinggiran kota. Kuburan bayi yang tertimbun tercium sebagai rahasia kelam yang disembunyikan generasi terdahulu, sehingga rasa penasaran mendorong langkahku. Namun, ketika pintu kamar kosong itu kugeser perlahan, debu beterbangan—dan hawa dingin langsung menyerang tulang rusukku.

Bisikan dari Balik Papan Lantai

Selanjutnya, ketika kutaruh kopi panas di atas meja tua, terdengar suara lirih di bawah lantai papan. Pertama seperti desir angin, kemudian berubah menjadi tangisan bayi tertahan. Bahkan ketika aku menjejakkan kaki, suara itu menahan napas, seakan meyakinkanku untuk meraba celah kayu.

Jejak Sendok Bayi di Debu

Kemudian, sambil merangkak di sudut kamar, aku menemukan sendok perak kecil—berlumuran tanah. Sendok itu tercetak simbol ukiran tua, menandakan ritual pemakaman tersembunyi. Lebih dari itu, tiap kali kubalik debu, jejak jemari halus terlihat menembus kayu, seolah ada tangan bayi yang mencoba meraih cahaya.

Cahaya Pelita yang Bergetar

Setelah itu, aku menyalakan pelita minyak di sudut ruangan. Meskipun lampu utama menyala, hidupkan pelita membuat bayangan menari liar di dinding. Bahkan pelita itu bergoyang tanpa angin, menebarkan kilatan aneh ke papan lantai. Di permukaan kayu, seakan kubuka tabir rahasia—paku-paku tua menahan papan yang ada di atasnya.

Pembongkaran Lantai yang Mencekam

Kemudian, dengan hati-hati aku mencabut papan demi papan. Setiap kali papan terangkat, udara lembab dan bau anyir mengerikan menyambut. Bahkan suara dentuman pelan terdengar, menandakan tanah lembek di bawah—tempat kuburan bayi itu bersemayam tanpa permisi.

Teror dari Kedalaman Tanah

Lebih jauh, ketika kukeruk tanah sedikit, kudapati kain kafan lusuh tersingkap. Mataku menatap fragmen tengkorak kecil yang memutih—tanda nyawa muda yang terenggut. Selanjutnya, tiba-tiba suara tangisan pecah memekakkan, memenuhi ruang sempit itu. Aku terperangah, jantung berdegup kencang, tapi rasa ngeri membuatku terus menggali.

Sosok Bayi Hantu yang Menangis

Setelah kubuka sebagian petak tanah, muncul sesosok bayi kecil—tubuhnya melayang di udara, menangis pilu. Kulitnya pucat tembus cahaya, dan matanya menatap kosong. Bahkan ratapannya menggema seperti gema di dalam gua, menembus kewarasan. Aku hampir pingsan, namun terpaksa menahan diri untuk mencatat setiap detik teror ini.

Jejak Darah di Ujung Parit

Selanjutnya, di sisi parit penggalian, kulihat garis-garis merah gelap—jejak tetesan darah yang belum sepenuhnya kering. Tanah di sekitarnya bergelombang, menandakan gerakan di dalam. Meskipun ngeri, aku meraih salib kayu dan memeluknya, berusaha memberi perlindungan atas arwah yang tersiksa.

Bisikan Permintaan Tolong

Kemudian, suara bayi pun berubah menjadi bisikan lembut: “Bawa aku pulang…” Aku merinding, menyadari arwah itu merindukan tempat peristirahatan sejati. Bahkan udara di sekitarku berputar—debu beterbangan seperti melayang tanpa gravitasi. Aku memutuskan menggali sampai peti kecil itu tampak jelas.

Peti Kayu yang Robek

Setelah tanah terangkat, tampak peti kayu lapuk. Engselnya berderit saat kutarik penutupnya perlahan. Di dalamnya, kain kafan terkoyak—tulang kecil berserakan bersama boneka kain sobek. Lebih dari itu, di balik peti, kutemukan catatan usang: nama dan tanggal kelahiran bayi, namun tak ada tanggal kematian—seolah ritual ini melupakan akhir hidupnya.

Ritual Penghormatan Terakhir

Selanjutnya, aku memutuskan untuk membacakan doa dan menaburkan bunga mawar putih di atas peti. Ketika kupanjatkan harap, pelita di sekeliling ruangan padam mendadak, lalu menyala kembali dengan cahaya lembut. Bahkan ratapan bayi berubah menjadi nyanyian merdu—seolah arwah itu lega karena diendapkan hati.

Keluarnya Arwah ke Cahaya

Kemudian, perlahan sosok bayi tenggelam ke dalam cahaya pelita, hingga hilang sepenuhnya. Udara di kamar berubah hangat, dan bau anyir lenyap. Namun detak jantungku masih berpacu, menyisakan bayangan arwah kecil yang menatapku sekali terakhir sebelum menghilang.

Penutupan Papan Lantai

Setelah itu, aku menutup kembali papan lantai dengan rapat. Meskipun rumah kembali sunyi, aura berbeda terasa—kedamaian menggantikan kengerian. Bahkan suara detak jam di ruang tamu terdengar menenangkan, menandakan seluruh energi jahat telah tercerai.

Jejak Kenangan yang Abadi

Lebih jauh, aku menyimpan catatan dan sendok perak itu dalam kotak kayu, bermaksud menjaga kenangan, sekaligus peringatan agar tak ada lagi lubang rahasia di bawah lantai. Namun setiap kali aku melewati kamar itu, terdengar bisikan halus, seakan bayi itu berterima kasih: “Terima kasih… aku tenang sekarang…”

Akhir yang Menyisakan Bayangan

Akhirnya, malam itu aku tidur tanpa mimpi buruk. Namun di benakku, gambar tengkorak kecil dan ratapan arwah terus terngiang—mengingatkanku bahwa kegelapan tersembunyi seringkali berada di tempat terdekat, bahkan di bawah kaki kita sendiri.

Teknologi : Smart City di Indonesia: Peluang & Tantangan Teknologi

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Post