Kamar Mandi Berdarah: Teror di Malam Sunyi

Kamar Mandi Berdarah: Teror di Malam Sunyi post thumbnail image

Kamar Mandi Berdarah membuka tirai kengerian begitu pintu terkunci dengan sendirinya, meninggalkan Sara terperangkap di antara ubin keramik yang basah oleh air putih suci dan noda merah pekat yang tidak pantas berada di sana. Suara gemericik air dari keran yang tak henti-hentinya menetes berbaur dengan detak jantungnya yang kian cepat.

Bisikan dari Ujung Keran

Tetes demi tetes mengalir, menciptakan genangan kecil di sudut lantai. Kilau senter di tangan Sara menari pada permukaan air, menyingkap retakan-retakan halus pada ubin. Lalu, terdengar lirih—seperti bisikan tertahan: “Sara…” Suaranya begitu lembut namun menembus rongga dada, seakan merenggut udara kesadarannya.

Sara mengarahkan senter ke arah kran, berharap menemukan sendok logam atau kaleng kosong penyebab gema itu, tetapi yang terlihat hanya air yang mengalir tak berkesudahan, memantulkan bayangannya sendiri. Dadanya sesak, napasnya tercekat. Ia melangkah maju, menahan rasa mual yang tiba-tiba mendera.

Jejak Tangan Berdarah

Ketika ia membungkuk untuk menutup keran, kaca cermin retak di depannya memantulkan sosok samar di belakangnya—seorang wanita berambut panjang dengan noda merah menetes dari ujung jari mungilnya. Sara menoleh, tangan gemetar, namun yang ia lihat hanya pintu kamar mandi tertutup rapat. Ia berbisik, “Siapa kau?” Tidak ada jawaban, hanya tengkupan raungan pelan seakan rindu tersiksa.

Bayangan dalam Keruh

Air sempat terhenti, memunculkan genangan hitam di pangkal keran. Perlahan, genangan itu bergelombang, mengerut membentuk wajah sendu—matanya kosong, mulutnya terkulum pilu. Sara terbenam dalam pemandangan itu, merasakan dingin menjalar dari ujung rambut hingga tulang sumsum.

Ia berbalik, senter bergerak liar, menyorot sudut-sudut gelap. Di balik pintu, muncul bayangan lain—lebih tinggi, tanpa bentuk wajah, berdiri tegak. Langkahnya seret, meninggalkan jejak kilatan tipis di ubin.

Dentuman Pintu Baja

Tiba-tiba, pintu depan kamar mandi terhempas oleh dentuman keras. Dinding berguncang, menimbulkan suara retak sampai ke langit-langit. Sara tersentak, ponselnya bergetar di saku, menampilkan pesan:

“Maafkan aku, Sara… Aku tidak bisa pergi…”

Jantungnya berdegup kencang; ia tahu pesan itu bukan dari siapapun selain wanita di cermin. Aktivasi terakhir genangan air membuat suara raungan menukik, menjerit pecah saat senter padam.

Pelarian Terakhir

Dalam total gelap, Sara meraba dinding mencari sakelar lampu. Saat cahaya darurat menyala perlahan, ia melihat tulisan merah di cermin: “Tolong… bebaskan aku.” Tubuhnya gemetar, tapi naluri bertahan hidup lebih kuat—ia menendang pintu hingga terbuka, meluncur ke lorong beton basah di luar kamar mandi. Ia berlari, air menetes di belakangnya, membawa kabut pekat yang perlahan menghilang.

Kuliner : Kuliner Makassar: Perpaduan Rasa Tradisional dan Rempah Khas Sulawesi

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Post