Jembatan Terlarang: Jeritan Malam di Atas Air

Jembatan Terlarang: Jeritan Malam di Atas Air post thumbnail image

Gerak Moonlight

jembatan terlarang itu membentang membelah sungai sunyi di tengah hutan purba. Namun, meskipun malam semakin larut, hawa dingin kian menyesakkan dada. Sementara itu, embun menetes perlahan di setiap papan kayu yang lapuk. Oleh karena itu, setiap langkah terasa seperti ketukan tabuh kematian. Dengan demikian, Anda tahu: malam ini, kisah teror akan menuntun ke ujung yang tak pernah Anda bayangkan.

Langkah Pertama di Atas Kayu Retak

Langkah pertama Anda ringan, namun ketegangan mengendap di sela tulang belakang. Selain itu, desisan angin mengadu di bawah palang besi, menciptakan melodi aneh yang menusuk telinga. Kini, bayangan pepohonan menari-nari, seakan tangan-tangan gelap meraih Anda. Meski senter di tangan berpendar lemah, sorotnya menyingkap permukaan air beriak—bayangan yang menunggu.

Desahan Angin Menelan Bisik

Tiba-tiba, desahan angin berubah bisikan: suara pelan memanggil dari bawah dek kayu. “Tinggallah…”, ia mendesah. Hati Anda berdegup, karena kata itu bergema dalam kepala tanpa henti. Selain itu, seketika gerimis halus jatuh, menambah atmosfer muram. Oleh sebab itu, Anda menahan napas, meneruskan langkah—walaupun naluri menuntun untuk berbalik.

Bayangan Hitam di Ujung Jembatan

Di ujung jembatan, lingkaran cahaya bulan memantul di air beriak. Namun, sekarang muncul sosok hitam berdiri kaku, tubuhnya terbungkus kabut. Dengan demikian, rasa penasaran memaksa Anda mendekat. Sementara itu, papan kayu bergoyang pelan—seolah ia pun merasakan kehadiran arwah itu. Ketika jarak terdekat hanya beberapa langkah, sosok itu menoleh tanpa wajah.

Jeritan Bawah Aliran Sungai

Seketika, jeritan nyaring memecah kesunyian malam. Teriakan itu datang dari bawah jembatan—tempat air deras mengalir. Meski Anda tahu logika menolak, naluri ketakutan memaksa tubuh menepi. Namun, suara itu berlanjut: panggilan arwah yang terperangkap. Oleh karena itu, rasa iba dan ketakutan bersatu, memaksa Anda menunduk, mengintip celah papan lapuk.

Kenangan Pudar di Setiap Palang

Kini, ingatan masa kecil muncul: Anda dan sahabat lari menyeberangi jembatan ini saat fajar. Namun, sekarang hanya ada sunyi dan bayangan kosong. Selain itu, tanda kaki berlumuran lendir merah tersisa di satu palang tua. Walaupun gemetar, Anda mengulurkan tangan untuk menyentuh—lalu merasa dingin menusuk hingga ke tulang.

Pertemuan dengan Arwah Terlupakan

Saat jari Anda menyentuh kayu, sosok hitam itu mendekat, mata kosongnya menatap dalam. Dengan demikian, Anda mendengar detak jantungnya—walaupun ia bukan manusia. Sedetik kemudian, ia melayang menyebrangi celah, wajahnya berubah—sosok sahabat masa lalu, rapuh dan penuh penyesalan. Sementara itu, ia meraih lengan Anda, memohon: “Lepaskan aku…”

Palang Terlarang Menguncang Nalar

Tiba-tiba, seluruh jembatan bergetar hebat. Papan kayu retak berderai, dan kuku tangan terbenam di kulit. Oleh karena itu, panik memuncak—namun Anda tetap memeluk sosok arwah itu. Meski nafas tersengal, Anda merapal nama sahabat, memohon pada angin dan air: “Biarkan ia pergi!” Dengan demikian, retakan membesar, cahaya bulan merembes melalui sela-sela kayu.

Pelarian di Tengah Kabut Malam

Ketika jembatan runtuh perlahan, Anda menarik sahabat ke tepian sungai. Namun, kabut pekat menutup segala rupa, sehingga langkah terasa bimbang. Selain itu, suara jeritan arwah lain bergema di balik pepohonan. Meskipun takut, Anda memanggil nama sahabat sekali lagi, menuntunnya ke tepian. Sesaat kemudian, tubuh rapuh itu menipis, lalu menghilang dalam kabut.

Epilog: Rahasia Tersisa di Jembatan Terlarang

Sekarang, Anda berdiri di tepian, menatap puing jembatan yang tersisa. Oleh karena itu, hati terasa lega sekaligus pilu. Meski sahabat telah terbebas, cerita teror ini akan terus bergema—karena jembatan terlarang tak pernah benar-benar hilang. Dengan demikian, biarlah malam berikutnya membawa tantangan baru bagi siapa saja yang berani melangkah di kayu retak itu.

Gaya Hidup : Hidup Sederhana, Bahagia Luar Biasa: Tips Gaya Hidup Minimalis

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Post