Jejak Laba-laba di Lantai Marmer Membawa Suara Mengerikan

Jejak Laba-laba di Lantai Marmer Membawa Suara Mengerikan post thumbnail image

Prolog: Denting Pertama di Lorong Sunyi

Pada malam yang kelam, sebuah hotel tua di pinggir kota bergemuruh seolah menahan napas. jejak laba laba lantai marmer perlahan menonjol, garis-garis halus bercampur noda hitam yang membentuk pola menyerupai jaring raksasa. Namun, tak ada satu pun laba-laba yang tampak berkeliaran—hanya kesunyian yang kian menebal.

Bagian I: Sembaunya Kematian

Selain keheningan, aroma dingin dan lembap menyelinap masuk ke rongga-napas. Udara malam itu berputar, seolah membawa bisikan-suara dari balik dinding. Sementara itu, lampu lorong berkedip tak menentu, memantulkan bayangan hitam yang berpendar di sela-sela ubin marmer. Toni, petugas keamanan baru, melangkah hati-hati. Setiap langkahnya menggema, dan jejak laba laba lantai marmer ikut terpampang jelas di bawah kakinya.

Bagian II: Bisikan yang Terselubung

Namun keunikan lorong itu bukan hanya pada bekas yang menakutkan. Dari kejauhan, terdengar detak pelan, seperti kuku-kuku raksasa mengetuk permukaan batu. Nada itu berulang selang beberapa detik, menciptakan ritme yang merasuk ke tulang. Toni mencoba mencari sumber suara, namun dinding-dinding licin hanya memantulkan gema tanpa asal.

Bagian III: Bayangan di Ujung Mata

Sementara Toni menoleh ke pintu-pintu kamar yang tertutup rapat, bayangan hitam melintas sepintas. Dia menahan napas. Transisi antara kegelapan dan cahaya lampu membuat bayangan itu seolah berdenyut. Bahkan saat lampu berkedip, sosok semu itu seakan mendekat, menunggu waktu untuk menggerayangi ketakutan.

Bagian IV: Teror di Ubin Marmer

Ketika Toni kembali menatap lantai, jejak laba laba lantai marmer semakin tertata—membentuk pola spiral menuju lorong terbuka di ujung bangunan. Setiap lekukan pola terasa dingin, dan Toni merasakan bulu kuduknya meremang. Selain “detak” itu, kini muncul suara gemerisik lembut, seakan kain menari di atas marmer.

Bagian V: Pintu Terakhir

Tepat di ujung lorong berdiri satu pintu besi tua, berkarat, dan rapuh. Di sana, cahaya remang menumpuk. Saat Toni mendorong pintu, derit logam menggema panjang, mengundang gaung tak berwaktu.

Bagian VI: Ruang Terlarang

Di balik pintu, sebuah ruang tanpa perabotan menanti. Di tengahnya, sebongkah marmer besar teronggok—permukaannya halus, namun penuh coretan “jejak laba laba lantai marmer” yang membentuk tulisan samar: “K U B U R I M U A N T A R A U B I N”.

Bagian VII: Nafas di Tenggorokan

Transisi ketegangan memuncak. Toni merasakan hawa panas dari balik punggungnya, seperti napas makhluk yang mengintai. Detak kuku yang dulu samar kini berubah jadi ketukan kencang, menandakan makhluk itu hampir sampai.

Bagian VIII: Konfrontasi Terakhir

Dalam kilatan lampu yang berkedip cepat, sosok putih berkelebat: perempuan bergaun lusuh dengan mata terowongan gelap. Ia bergerak tanpa suara, melayang beberapa senti di atas lantai marmer. Toni menggigil, dan “jejak laba laba lantai marmer” tiba-tiba pudar, tertelan kabut tipis yang menyelimuti ruangan.

Epilog: Jejak Tak Terhapuskan

Akhirnya, lampu lorong kembali stabil. Toni terhuyung keluar, tubuhnya gemetar. Jejak laba laba lantai marmer di lorong itu kembali muncul pagi harinya, meski sejauh mata memandang, tak seorang pun percaya apa yang ia saksikan. Namun noda hitam di ubin marmer itu, abadi.

Inspirasi dan Motivasi : The Power of Reframing: Ubah Masalah Jadi Peluang

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Post