Jejak Darah di Balik Pintu Tertutup: Pembebasan Terakhir

Jejak Darah di Balik Pintu Tertutup: Pembebasan Terakhir post thumbnail image

Pintu Berlumuran Darah

Jejak Darah di Balik Pintu Tertutup langsung terasa begitu aku mendorong kayu lapuk itu. Pertama, aroma besi menusuk hidung—lalu, pendaran merah pekat menetes di bawah celah pintu. Sementara detak jantungku berdentum keras, aku tertegun, menyadari noda itu masih basah. Kemudian, meski ragu, aku mengulurkan tangan untuk mengusap pintu yang licin, hanya agar jari-jariku terbalut warna gelap yang menempel keras.

Bisikan di Lorong Sepi

Selanjutnya, saat aku menapak pelan ke dalam koridor berlampu temaram, Jejak Darah di Balik Pintu Tertutup bergema dalam pikiranku. Namun, bisikan lirih tiba-tiba menusuk keheningan: “Buka… bebaskan…” Suara itu serak, seolah menyeret jiwa-jiwa lapuk ke permukaan. Meskipun napasnya tercekat, gema bisikan berulang kali menggema di dinding batu, membuat bulu kuduk berdiri.

Jejak Kaki Berdarah

Kemudian, lipatan kain usang yang menutupi lantai menyembunyikan jejak kaki—lengkap dengan noda darah yang mengering setengah. Setelah memperhatikan dengan seksama, aku menyadari pola tapak itu bukan milikku. Bahkan, setiap langkah jejak itu terasa berat, seolah menuntun seseorang mati-matian keluar dari ruangan. Sementara aku terpaku, getaran dingin merambat ke tulang belakang.

Bayangan di Balik Jendela

Lalu, di sudut ruangan, jendela kaca retak memantulkan bayangan samar. Semakin dekat aku mendekat, semakin nyata sosok itu: seorang wanita berpakaian vintage, matanya kosong, dan kulitnya pucat. Namun sebelum sempat aku berteriak, bayangan itu lenyap—hanya meninggalkan cermin retak yang menampilkan wajahku sendiri dengan darah menetes di pelipis.

Catatan Terkoyak

Selanjutnya, di atas meja kayu reyot, kuberoleh setumpuk kertas—semuanya terlipat dan terkoyak oleh cairan merah. Sementara aku merabanya satu per satu, fragmen teks kuno bermakna ritual pembebasan jiwa tertulis samar. Oleh karena itu, aku menyusun kembali potongan itu, berharap dapat memecahkan kode yang menjanjikan akhir penderitaan. Namun, semakin lengkap potongan, semakin dalam nadaku tertahan.

Ritual Pembebasan Terakhir

Kemudian malam menjalari ruangan, dan aku pun menyiapkan kain putih bersih. Ketika aku mulai membacakan mantra yang tertera, Jejak Darah di Balik Pintu Tertutup menjadi saksi detik-detik penantian. Seiring kata-kata kuno terucap, udara berputar kencang, dan pintu tertutup bergetar hebat. Hingga akhirnya, satu bayangan menjerit—lalu mereda dalam semburat cahaya kelabu.

Hening Menyakitkan

Akhirnya, kesunyian mencengkeram ruang itu. Jejak Darah di Balik Pintu Tertutup kini hilang, tertelan malam yang pekat. Namun, meski darah telah lenyap, luka di jiwa terasa kian dalam. Dengan gemetar, aku menutup pintu itu perlahan, lalu berlalu meninggalkan misteri yang mungkin tak akan pernah terungkap sepenuhnya.

Berita Terkini : Wanita Ditemukan Tewas dalam Mobil di Bali: Ada Luka di Leher

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Post