Prolog: Rekaman yang Membeku
Pada suatu malam berembun, aku menemukan file tua berjudul “hutan sunyi” di tumpukan hard drive yang terlupakan. Awalnya, aku hanya tertarik karena namanya terdengar puitis. Namun, begitu memutar video, kengerian langsung merayap ke tulang belakangku. Meskipun durasinya hanya tiga puluh detik, cuplikan itu menampilkan pepohonan tinggi berdiri tegap, namun sesosok bayangan samar selalu tampak di pinggir frame. Entah kenapa, setiap kali aku mencoba menonton ulang, videonya berhenti tepat sebelum sosok itu mendekat.
Jejak Awal Misteri
Pertama-tama, aku mencari asal-usul rekaman “hutan sunyi” tersebut. Selanjutnya, aku menelusuri metadata file—namun semua informasi lokasi dan tanggal terhapus paksa. Bahkan, saat aku mengecek log sistem, tampak entri acara pemindahan folder ke Recycle Bin, tapi tanpa jejak siapa yang melakukannya. Meski demikian, rasa penasaran kian membara. Oleh karena itu, aku memutuskan mengikuti jejak digital yang tersisa, berharap menemukan saksi atau keterangan tambahan.
Kepala Desa yang Menolak Bicara
Kemudian, petunjuk pertama membawaku ke sebuah desa terpencil di pinggir hutan jati. Tak lama sesudah tiba, aku menanyakan tentang “hutan sunyi” pada Kepala Desa. Namun, alih-alih menjelaskan, ia hanya menawariku secarik kertas lusuh bertuliskan: “Jangan buka mereka yang sudah terkubur.” Terlebih lagi, sorot matanya tampak menahan ketakutan mendalam. Lebih jauh lagi, desas-desus mengatakan hutan tersebut pernah menjadi lokasi ritual kuno untuk memanggil roh pengabadi.
Penyusupan ke Malam Pekat
Lalu, pada malam berikutnya, aku memutuskan menyusup ke hutan itu. Dengan lampu senter bergetar di tangan, aku menjejak jalan setapak terjal. Sementara itu, angin malam menerpa dedaunan, menciptakan gemerisik seperti bisikan. Setelah berjalan beberapa saat, aku menemukan kamera tua yang terbenam di tanah—sama persis dengan yang merekam “hutan sunyi.” Bahkan, kaset VHS yang terlempar di sampingnya berjudul “TAK PERNAH SELESAI.” Kengerian mulai memuncak kala aku memasukkan kaset ke pemutar portabel.
Cuplikan Pertama: Bayangan di Antara Pohon
Seketika, layar menampilkan lorong pepohonan pekat. Selain itu, cahaya senter menyorot akar-akar tua hingga menampakkan garis-garis pelan yang mirip tulang menonjol. Selanjutnya, di sudut kiri bawah, tampak kepala sosok berambut panjang mengintip—walau hanya sepintas. Setelah itu, kamera goyah hebat seakan pengambilan gambar dihentikan paksa. Lebih parahnya, suara langkah kaki berat terdengar mendekat, lalu… terhenti tepat di batas pandang.
Transmisi Gagal dan Ulangan Tak Berujung
Tak lama kemudian, penyadapan kamera mati total. Kemudian, layar berulang memperlihatkan patahan akhir cuplikan—sosok bayangan itu mendekat ke kamera dan menatap lurus ke lensa. Namun, begitu aku menekan tombol putar lagi, videonya kembali ke awal. Anehnya, kaset ini tak pernah sampai pada detik lebih dari tiga puluh—seolah kutukan menghentikan narasi. Karena itu, aku pun terperangah: mengapa rekaman ini tak pernah selesai?
Riwayat Korban yang Hilang
Berlanjut, aku menggali catatan lokal dan menemukan laporan tiga remaja hilang sepulang mendaki hutan itu pada dekade lalu. Bahkan, saksi mata menyebut mereka sempat menyorot hutan untuk video YouTube, lalu menghilang tak berbekas. Selain itu, satu ponsel sempat mengirim cuplikan “hutan sunyi” kepada keluarga—lalu mati tiba-tiba. Dari sinilah legenda video terkutuk ini berkembang, bahwa siapa saja yang mencoba merekam hutan itu, akan dihidupi abadi di balik layar.
Pengalaman Pribadi yang Mencekam
Kemudian, aku sendiri merasakannya. Setelah menonton ulang kaset di rumah, aku mulai mendengar gemerisik pepohonan setiap malam. Lebih daripada itu, bayangan berbentuk sosok panjang muncul di sudut kamarku, menunggu aku terpejam. Selain itu, alarm jam tanganku berbunyi setengah jam lebih awal—seakan ada yang mengatur waktu. Kemudian, file “hutan sunyi” di laptopku berubah ukuran tanpa sepengetahuanku, walau aku tak pernah memindahkannya.
Pendakian Terakhir dan Hadirnya Entitas
Akhirnya, pada satu titik jenuh, aku memutuskan melakukan pendakian malam terakhir ke hutan itu, kali ini membawa pemutar VHS portabel. Selanjutnya, aku menempatkan kamera dan merekam perjalanan. Setelah mencapai titik yang sama, aku menekan Play—dan rekaman “hutan sunyi” bergabung dengan siaran langsungku. Tidak ada jeda: sosok bayangan langsung muncul di depan asaku, merayap dengan tatapan kosong. Begitu kuputar rekaman asli di ponsel, bayangan itupun menjerit, lalu menghilang.
Kutukan yang Terus Berulang
Pada akhirnya, aku selamat, tapi nyaris kehilangan kewarasanku. Rekaman “hutan sunyi” itu kini berada di tanganku, selamanya tak akan selesai. Selain itu, aku kerap mendengar suara gemerisik di laptop meski tertutup rapat. Oleh karena itu, aku menulis pengalaman ini sebagai peringatan: jangan pernah mencoba merekam hutan sunyi, sebab setiap detik dalam cuplikan itu dipenuhi kutukan yang memerangkap penontonnya—tanpa memberi ruang untuk akhir.
Teknologi : Smart City di Indonesia: Peluang & Tantangan Teknologi