Gudang Tua Terseram: Jangan Pernah Melihat ke Dalam

Gudang Tua Terseram: Jangan Pernah Melihat ke Dalam post thumbnail image

Awal dari Semua Kegilaan

Sejak kecil, aku sering mendengar cerita tentang gudang tua terseram di ujung kota. Orang-orang bilang, tempat itu adalah lokasi bekas pabrik tekstil yang terbakar puluhan tahun lalu. Tidak ada yang selamat. Api melahap segalanya—kecuali bangunannya yang masih berdiri, seakan menantang siapa saja yang berani mendekat. Tetapi seperti banyak cerita urban legend lainnya, aku tak pernah benar-benar percaya… sampai hari itu.

Aku adalah fotografer freelance. Suatu hari, seorang klien memintaku memotret tempat-tempat angker untuk keperluan proyek dokumenter supranatural. Dan tanpa pikir panjang, aku memilih gudang itu sebagai salah satu lokasi.

Aku pikir ini akan menjadi pengalaman unik—tapi aku salah besar.

Langkah Pertama ke Neraka

Begitu aku tiba di depan bangunan tua itu, hawa dingin langsung menusuk kulit. Padahal matahari sedang terik. Bangunannya besar dan suram, dikelilingi pagar karatan yang separuh roboh. Dindingnya penuh lumut dan retakan seperti urat nadi mati. Ketika aku melangkah masuk, pintu besi berderit seolah menjerit, menyambut tamu dengan kesan mencekam.

Cahaya tipis menembus jendela pecah, menerangi debu yang beterbangan. Lantai dipenuhi pecahan kaca, kayu lapuk, dan bekas-bekas barang yang tak jelas. Tapi yang paling mencolok adalah… keheningannya. Sunyi. Tidak ada suara burung. Tidak ada angin. Hanya napasku sendiri yang menggema.

Petunjuk Pertama: Suara dari Dalam

Aku mulai mengambil beberapa foto. Tapi saat aku mengarahkan kamera ke sudut tergelap gudang, kamera tiba-tiba mati. Aneh, karena aku baru mengganti baterai pagi itu. Saat aku mencoba menyalakannya kembali, aku mendengar suara langkah… sangat pelan, tapi jelas mendekat.

Awalnya aku berpikir mungkin ada tunawisma atau hewan. Tapi saat menoleh, tak ada siapa pun. Hanya susunan kotak kayu yang tampak semakin mengancam.

Dan lalu… suara itu terdengar lagi. Kali ini seperti suara napas. Berat. Dekat.

Aku memutuskan untuk meninggalkan tempat itu. Tapi jalan keluar terasa seperti menjauh. Kotak-kotak kayu tampak berpindah tempat. Aku yakin sebelumnya tidak sebanyak itu. Dinding mulai terasa menutup. Aku berlari, namun selalu kembali ke ruangan yang sama.

Jurnal Berdarah

Di atas meja kayu berdebu, aku menemukan buku catatan tua. Sampulnya penuh noda—seperti darah yang mengering. Saat kubuka, halaman-halaman dalamnya dipenuhi coretan tak terbaca. Tapi satu halaman terakhir menampilkan kata-kata ini:

“Mereka membakar kami hidup-hidup. Jangan lihat ke dalam.”

Tiba-tiba, suara jeritan menggema dari balik tembok. Bukan jeritan biasa. Itu seperti… puluhan orang berteriak bersamaan, dalam kesakitan luar biasa.

Aku gemetar. Kakiku membeku. Tapi rasa ingin tahu membawaku menuju sumber suara: sebuah pintu besi kecil yang setengah terbuka.

Aku seharusnya pergi.

Aku seharusnya tidak melihat ke dalam.

Tapi aku melakukannya.

Mata di Kegelapan

Dari celah pintu, aku melihat ruangan gelap total. Tidak ada apa pun. Atau itulah yang kupikirkan… sampai dua titik merah menyala perlahan dari kegelapan, seperti mata yang mengintai. Mereka menatapku. Tidak berkedip. Tidak bergerak.

Dan lalu—dengan kecepatan tak masuk akal—sesuatu melompat ke arah pintu.

Aku menutupnya secepat mungkin, napas terengah, tubuh basah oleh keringat. Tapi di belakangku, terdengar suara:

“Kau melihat kami… sekarang kau bagian dari kami.”

Kembali dari Gudang

Entah bagaimana, aku berhasil keluar. Hari sudah sore. Tapi anehnya, mobilku sudah penuh debu, seolah ditinggalkan bertahun-tahun. Ponselku tak bisa digunakan. Dan lebih aneh lagi, ketika aku pulang ke rumah, tak ada yang mengenaliku. Bahkan tetanggaku mengaku rumahku kosong selama tiga bulan.

Semua terasa seperti mimpi buruk. Tapi rekaman dari kameraku masih ada—menunjukkan sosok bayangan hitam di balik pintu, dan catatan berdarah di atas meja.

Dan malamnya, saat mencoba tidur… aku mendengar langkah kaki kayu di luar jendela apartemenku.

Aku tinggal di lantai sembilan.

Jangan Pernah Kembali

Hari ini, aku tulis cerita ini untuk memperingatkan siapa pun yang membaca: jangan pernah masuk ke gudang tua terseram itu. Mereka yang di dalam tidak ingin ditemukan. Dan mereka yang pernah melihat ke dalam… tidak akan pernah sama lagi.

Aku tidak tahu berapa lama aku masih bisa aman. Tapi jika suatu hari aku menghilang… tolong, jangan cari aku di sana.

Karena aku akan jadi bagian dari mereka.

Makanan : 7 Hidangan Tempo Dulu yang Masih Jadi Favorit Sampai Sekarang

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Post