Desah Nafas Panjang dari Bawah Kasur Kosong Warisan Lama

Desah Nafas Panjang dari Bawah Kasur Kosong Warisan Lama post thumbnail image

Pada malam pertama aku menempati kamar warisan nenek, desah nafas panjang menggema dari bawah kasur—pelan namun pasti, seakan makhluk tak kasat mata merengkuh jiwaku. Selain itu, suara itu datang beriring langkah detak jantungku yang semakin mendesir kencang. Bahkan sebelum tengah malam, rasa dingin menjalar lebih cepat daripada bayangan.

Pembuka Lorong Sunyi

Kemudian lampu kamar meredup sendiri, bergantian mati dan menyala, seolah enggan mempertahankan sisa cahaya. Sementara itu, lantai papan berderit mengiringi setiap hembus napas yang semakin berat. Lebih jauh, bau tanah lembap menyelimuti udara; padahal, kamar sudah lama dipanasi. Di antara itu semua, bisikan tak berbentuk merayap di tepi pikiran: “Tolong…”

Penampakan di Pinggiran Kasur

Selanjutnya, saat kucoba mendekat, asap tipis berputar di bawah kasur. Seraya membungkuk, aku hampir tersentak: bayangan sosok kurus dengan mata cekung tersamar di sela papan ranjang. Lalu, desah nafas panjang terulang dua kali—lebih dalam, seperti rintihan hina yang terperangkap. Bahkan kakinya menggerak tanpa suara, seolah meluncur di atas ubin dingin.

Titik Tengah Ketakutan

Lebih lanjut, ketukan lembut menggema di dinding; namun bukan dari pintu. Sebaliknya, dinding retak tipis terbuka, memancarkan kilatan lampu oranye yang lalu menghilang. Selain itu, jendela kamar terkunci rapat, tapi udara luar menyeruak membawa tuntutan arwah untuk dibebaskan. Sementara itu, bulu kudukku meremang tiap kali desahan itu terulang dengan irama semakin cepat.

Kegeraman Arwah Terperangkap

Kemudian aku teringat cerita nenek tentang sepupu yang meninggal di kamar itu tepat sepuluh tahun lalu. Selama ini, tak ada yang berani mengorek makamnya—karena dipercaya arwahnya masih terikat pada kasur tua tersebut. Namun malam itu, dengan keberanian nekat, aku menyingkap kelambu seraya berbisik: “Sudah cukup…” Tiba-tiba, desah itu berubah menjadi jeritan serak, membuat jantung terhimpit.

Klimaks di Tengah Kegelapan

Selanjutnya, plafon bergoyang seakan siap ambruk, sementara desah nafas panjang berpadu dengan gemeretak kayu. Lebih jauh, lampu padam total, menyisakan gelap pekat. Bahkan detak jantungku terasa nyaris berhenti ketika sosok transparan melekat pada dinding, merentangkan tangan keriputnya ke arahku. Seraya menahan napas, aku membaca mantra pengusir arwah yang terselip di buku harian tua—dan detik itu juga Cahaya pucat menyinari ruangan.

Epilog Pembebasan dan Warisan Baru

Akhirnya, desah nafas panjang terhenti persis setelah mantra selesai terucap. Lalu pintu kamar sejajar terbuka, memuntahkan angin malam yang hangat dan harum bunga kamboja. Namun meski tenang sementara, aku tahu bahwa warisan kengerian ini akan terus menunggu di balik papan kasur tua—menanti Malam Jumat berikutnya untuk kembali berbisik…

Food & Traveling : Menikmati 4 Hari Wisata & Kuliner Khas di Bangka

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Post