Bus Malam yang Tak Pernah Tiba ke Tujuan dan Hilang Jejak

Bus Malam yang Tak Pernah Tiba ke Tujuan dan Hilang Jejak post thumbnail image

Bus malam yang tak pernah sampai tujuan memecah keheningan saat lampu kabin menyala temaram. Bau rem terbakar menyergap indra penciuman, sementara deru mesin bergema di telinga penumpang pertama, Lina. Sejak pintu dibuka, kabut tebal melingkupi jalanan, memantulkan bayangan pohon tinggi seperti sosok hitam raksasa. Pesan singkat tertulis di dinding: “Jangan berharap tiba.”

Keberangkatan Misterius

Lina menoleh ke kondektur dengan wajah pucat. Ia menanyakan rute, tetapi kondektur hanya menatap hampa tanpa menjawab. Banyak penumpang lain terdiam, tidak berani menyalakan ponsel. Bus bergetar perlahan, meluncur memasuki jalanan sepi. Lampu kota menghilang di balik kabut; hanya suara roda menyapu aspal yang terdengar. Suasana mencekam menyelimuti siapa pun yang berani menatap ke jendela.

Bayangan di Lorong

Dari lorong sempit, muncul sosok pria tinggi berlengan panjang. Wajahnya tertutup kabut, suaranya bergaung tak beraturan saat ia melintas ke kursi tengah. Setiap kali sosok itu bergerak, layar kaca jendela menampilkan bayangan ganda, seolah realitas terbelah. Bis itu seakan hidup, bernapas berat, menelan waktu. Penumpang mulai merasakan dingin menembus jaket tipis mereka.

Suara Tanpa Sumber

Tiba-tiba terdengar jeritan lirih dari atas atap. Suara itu menembus kesunyian, membuat jantung berdegup kencang. “Siapa di sana?” teriak salah seorang. Hanya gema jawaban yang kembali. Jeritan itu berulang, semakin mendekat. Kursi bergetar seperti ada yang memukul. Lina merasakan tangan tak kasat mata menjalar di punggungnya. Seketika, lampu kabin padam.

Kegelapan Penuh Arwah

Bus terhenti. Mesin mati mendadak. Hanya lampu darurat yang menyala merah, menerangi penumpang dengan bayangan menyeramkan. Kabut menumpuk di pintu belakang, mendorong pintu terbuka sendiri. Sosok-sosok samar masuk, bergerombol di lorong. Mereka berbisik, memanggil nama-nama penumpang—nama yang bahkan tidak pernah mereka sebut… Suasana berguncang, seolah dimensi lain merasuk ke dalam bus.

Penumpang yang Hilang

Saat lampu kabin menyala kembali, kursi Lina kosong. Ia terpaku, tak bisa menjelaskan bagaimana ia tiba di lantai bus. Mata penumpang saling beradu. Satu per satu, kursi terbuka—pinggiran jaket, tas, bahkan syal milik mereka tiba-tiba lenyap. Jeritan histeris mengisi kabin. Kondektur muncul tanpa suara, memeriksa tiket dengan wajah tak bernyawa. Bus bergerak kembali, melaju lebih kencang daripada sebelumnya.

Jalan yang Tak Berujung

Peta rute di dinding bergoyang dan terlepas. Tiada petunjuk destinasi; hanya angka “00:00” yang muncul di layar monitor penanda waktu. Setiap belokan membawa mereka ke ruas jalan yang asing, pepohonan menggigil seperti hendak menyentuh bus. Penumpang saling berbisik, mencoba menenangkan diri. Namun fokus keyphrase “bus malam yang tak pernah sampai tujuan” terngiang di kepala mereka—seperti mantra yang memanggil kekuatan gaib.

Reuni dengan Masa Lalu

Lampu kabin berkedip, menampilkan potret masa lalu setiap penumpang. Lina melihat bayangan ibunya memanggil di ujung terowongan, sedangkan pria di kursi belakang menatap bayangan sahabat yang sudah lama tiada. Mereka merasakan penyesalan mendalam, ingin berbisik permintaan maaf. Namun pintu bus tertutup rapat. Malam ini, mereka dihadapkan pada kenangan terburuk—kenangan yang seharusnya terkubur.

Titik Terang Palsu

Di kejauhan, terlihat kilatan lampu kota. Penumpang bersorak lega, percaya bus akan tiba. Namun saat bus memasuki kota kecil yang sepi, suasana berubah. Bangunan porak-poranda, jalan retak, dan udara pengap seakan memerangkap mereka. Bis berhenti di terminal tua tanpa nama. Hanya satu pintu terbuka: pintu keluar menuju dermaga kayu tua. Kondektur menatap Lina, mengangguk pelan.

Keputusan Terakhir

“Keluar sekarang atau tetap di dalam selamanya,” bisik suara serak, datang dari mana entah. Penumpang saling pandang, gemetar antara memilih kebebasan atau menerima nasib. Satu per satu, mereka memutuskan turun. Saat kaki mereka menjejak dermaga, bus menghilang dalam kepulan kabut. Teriakan putus asa terdengar semakin jauh, lalu sunyi.

Bayangan Abadi

Dermaga hening, hanya suara ombak menyapu kayu. Penumpang menatap kosong ke lautan malam. Mereka selamat, tetapi terpisah dari waktu. Di sorot bulan, terlihat bayangan bus melintas di atas air, membawa penumpang lain ke tujuan yang tak pernah benar-benar ada. Lentera di dermaga padam, menandai akhir perjalanan yang abadi

Nasional : Tren Machine Learning dalam Analisis Crypto Token

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Post