Pada malam itu, buku harian lama berisi peristiwa esok pagi tergeletak di meja kayu usang, menunggu sentuhan tangan peneliti yang tak tahu bahaya. Pertama-tama, aku membuka sampul kulitnya yang retak, lalu aroma apek dan darah membangun kegelisahan. Selanjutnya, setiap halaman yang kutelusuri semakin menebal bayangan kelam, dan jantungku berdegup semakin cepat.
Bisikan dari Halaman
Sementara aku membaca catatan berhuruf tegak, terdengar desahan pelan, seperti bisikan makhluk yang terperangkap di antara kata. Oleh karena itu, aku menghentikan sejenak, menahan napas, dan menoleh ke pintu yang tertutup rapat. Namun, suara kaku gabus berderit menandakan pintu perlahan menutup kembali, meski tak ada angin.
Perubahan Aura di Ruangan
Kemudian, cahaya lampu meja melemah, membuat bayangan menari liar di keliling ruangan. Bahkan, buku harian lama berisi peristiwa esok pagi yang kutulis dengan pasti, kini mencetak deret kalimat baru yang tak kulihat sebelumnya: “Aku akan datang menjemput nyawamu saat fajar tiba.” Kini, rasa dingin merayap menyelimuti kulit, memaksa bulu kuduk berdiri.
Pertanda di Fajar Sunyi
Lebih jauh, aku meneguk kopi hangat untuk menenangkan syaraf tegang. Akan tetapi, tepat sebelum detik berganti ke pukul tiga dini hari, semua elektronik padam. Sementara keheningan melingkupi, suara detak jam dinding bergaung seperti dentuman genderang kematian.
Catatan yang Terus Berubah
Lalu, aku memeriksa kembali halaman demi halaman. Anehnya, tinta yang sebelumnya kering, kini basah dan tertulis baru: “Aku melihatmu dari balik jendela gelap.” Oleh sebab itu, aku melangkah mendekati jendela, namun hanya kegelapan dan lembaran hujan yang menampar wajahku.
Bayangan Penjemput
Seraya aku berbalik, buku harian lama berisi peristiwa kini menampilkan sketsa tangan menyerupai siluet manusia, berdiri di ambang pintu. Selain itu, suara langkah kaki menapak di atas karpet, berat dan lambat. Bahkan darahku terasa membeku saat bayangan itu semakin mendekat.
Puncak Ketakutan
Kemudian, pintu terbuka perlahan tanpa suara engsel, mengungkap sosok tinggi berkerudung. Dengan transisi mengerikan, kerudung terangkat, memperlihatkan wajah tanpa mata—hanya rongga gelap yang menatap langsung ke jiwa. Sementara aku membeku, buku harian lama berisi peristiwa kembali menulis sendirinya: “Waktu hampir habis.”
Pelarian yang Hampa
Selanjutnya, aku berlari menuruni tangga, meninggalkan buku tergeletak di atas meja. Akan tetapi, lorong rumah berubah memanjang tanpa akhir, pintu yang kutuju tak kunjung kutemukan. Bahkan detik-detik berlalu bagaikan abad, membuat panik makin tak terkendali.
Teror Fajar
Akhirnya, aku mendengar kicau burung dan cahaya jingga mengintip dari celah pintu. Sementara fajar menyingsing, jenazahku tergeletak di lantai dua, mata terbelalak menatap plafon. Di samping tubuhku, buku harian lama berisi peristiwa menampilkan halaman terakhir: “Dia sudah datang di fajar ini.”
Olahraga : Gulat Viral! Atlet Lokal Raup Jutaan Penonton TikTok