Malam yang Berubah Sunyi
Pada malam itu, Bayi Tertawa pertama kali terdengar, memecah kesunyian malam yang pekat sekali. Di desa terpencil dekat hutan pinus, setiap tetes embun jatuh perlahan, lalu bergema di antara batang pohon tinggi. Bahkan burung hantu pun terdiam, seolah takut membuat suara. Sementara itu, penduduk hanya bisa menahan napas, bertanya-tanya, bagaimana mungkin tawa bayi muncul di tengah kegelapan selamanya?
Kedatangan Desir Angin
Lebih lanjut, angin meniup tajam, membawa aroma tanah basah dan getaran misterius. Selanjutnya, kabut tipis merayap di antara dedaunan, menutup jejak kaki siapa pun yang berani menyelidik. Kemudian, seorang pemuda bernama Arka, merasa terpanggil, berjalan menyusuri jalan setapak yang diselimuti kegelapan. Namun, semakin ia melangkah, semakin kencang pula tawa itu menggema, menuntunnya lebih dalam ke jantung hutan pinus.
Pintu Gerbang Bayangan
Kemudian, di antara batang pohon menjulang, tampak pintu kayu tua—sebuah gerbang misterius yang tampaknya tak pernah ada sebelumnya. Terlebih lagi, ukiran wajah bayi dengan mata bulat tampak menatap langsung ke dalam jiwa siapapun. Namun terlalu penasaran, Arka terpaku, seolah disihir untuk memegang gagang pintu itu. Setelah itu, ia mendengar tawa semakin kencang, seolah bergembira menyambut kedatangannya.
Bisikan dari Balik Pohon
Selanjutnya, dari balik pohon pinus, terdengar bisikan lirih, “Datanglah… ikutlah ke sana…” Padahal, gemerisik daun tak pernah sebegini jelas. Bahkan suara hewan malam pun minggat. Lalu, Arka menoleh ke belakang, melihat sesosok bayangan kecil melintas cepat—bentuknya seperti bayi, namun wajahnya terdistorsi, mulutnya merekah lebar tertawa tanpa henti.
Langkah Menghampiri Kengerian
Setelah itu, setiap langkah Arka membeku di udara; kakinya seakan terbenam ke dalam tanah yang dingin. Lebih jauh, ia merasakan nafas dingin menyentuh lehernya, padahal tak ada angin. Kemudian, tawa bayi berganti menjadi tangisan duka, mencabik kesunyian malam. Bahkan detak jantung Arka berirama tak beraturan—antara takut dan terpesona oleh aura kegelapan.
Potret Bayi di Balik Kabut
Kemudian, tiba-tiba kabut menipis, memperlihatkan sesosok bayi yang berdiri di tengah celah pepohonan. Kulitnya pucat kebiruan, rambutnya basah seperti terendam embun, dan matanya menatap kosong. Lebih mengerikan lagi, ia tersenyum paksa, giginya terlihat tajam, sementara suara tawanya bergema menembus tulang. Arka terpaku, ludahnya kering, namun naluri bertahan hidup memaksanya mundur perlahan.
Naungan Malam Semakin Pekat
Selanjutnya, kegelapan menebal, melingkupi seluruh hutan. Bahkan lentera Arka hampir padam, menyisakan cahaya temaram. Kemudian, ia mendengar dentuman rintik hujan—tanpa awan di langit. Lalu, suara tangisan bayi berganti jadi raungan iblis, memekikkan setiap getaran saraf. Pada saat itu, Arka mengetahui bahwa ia tengah terjebak dalam pusaran kutukan purba.
Melodi Tutur Arwah
Lebih jauh lagi, dari jauh, terdengar nyanyian serupa lagu nina bobo, namun liriknya penuh ratapan. Selanjutnya, sosok bayangan lain muncul: seorang wanita bergaun lusuh dengan mata berlubang, menari perlahan seperti tersihir. Kemudian, ia mengangkat tangan, menunjuk Arka, seakan mengundangnya ke dalam tarian neraka. Lalu, tawa Bayi Tertawa berpadu dengan tangis arwah lain, menciptakan simfoni kematian.
Puncak Teror: Gema Tawa Tanpa Akhir
Setelah itu, Arka merasa tubuhnya terbelenggu, tak mampu berteriak. Bayangan bayi melompat, menelusup ke balik celah gerbang kayu itu, lalu menghilang. Namun, suaranya terus bergema—terlebih jika Arka memejamkan mata, ia bisa melihat sosok itu berdiri di sudut matanya, menatapnya dengan senyum mengerikan. Bahkan udara di sekitarnya bergetar, seolah terlepas dari realitas.
Pelarian yang Penuh Luka
Kemudian, dengan sisa tenaga terakhir, Arka menembus kegelapan, berlari menuruni bukit pinus. Setiap detik terasa seperti bertahun-tahun, sedangkan tawa bayi mengekorinya lebih dekat lagi. Namun, ketika ia mencapai batas hutan, suara itu tiba-tiba berhenti—meninggalkannya di bawah langit yang sunyi. Lalu, Arka terjatuh, napas tersengal, menyadari ada bekas goresan seperti kuku halus terukir di lengannya.
Epilog: Bayi Tertawa yang Tak Pernah Padam
Terakhir, setelah malam itu berlalu, Arka kembali ke desa—namun gairah hidupnya telah mati. Kembali, penduduk desa mendengar cerita Bayi Tertawa di Hutan Pinus, bahwasanya setiap malam gelap gulita, pintu kayu misterius akan muncul lagi, memanggil jiwa-jiwa naif. Bahkan kini, setiap kali angin menyeberang rimbunan pinus, mereka kembali gemetar, takut tawa itu kembali mengguncang kesunyian mereka.
Food & Traveling : Nikmat Ikan Garang Asam dan Kandungan Gizi Tingginya