Cerita Horror Apa jadinya jika hidupmu diambil alih? Jika keluargamu tak lagi mengenalimu, dan dunia memperlakukanmu seolah kamu tak pernah ada? Inilah kelanjutan kisahku… ketika aku bukan siapa-siapa lagi.
Aku yang Tak Terlihat
Sudah seminggu sejak aku kehilangan segalanya. Sejak aku melihat diriku sendiri pulang ke rumah dan menyadari bahwa aku telah tergantikan.
Aku masih berada di rumahku—atau lebih tepatnya, mantan rumahku—namun tak satu pun yang bisa melihatku. Aku berjalan di lorong-lorong rumah, duduk di kursi ruang tamu, bahkan berdiri di depan cermin… tapi tidak ada bayangan.
Setiap pagi, aku melihat dia—doppelgänger yang mencuri hidupku—menjalani rutinitas seperti biasa. Ia menyapa tetangga, berangkat kerja, bahkan mengirim pesan ke grup keluarga dengan nada yang akrab. Semua berjalan seperti normal.
Yang berbeda hanya satu hal: aku tak lagi ada di dalamnya.
Mencoba Menghubungi Dunia
Pada hari ketiga, aku memberanikan diri keluar rumah, mencoba mencari bantuan. Aku berjalan menyusuri jalan kompleks, memanggil orang-orang yang kukenal.
Tak satu pun yang menoleh.
Kakakku, yang biasanya datang seminggu sekali, melintas dengan mobilnya. Aku melambai histeris. Tapi ia hanya lewat, bahkan tak memperlambat mobilnya.
Aku bahkan berdiri tepat di depannya saat ia memarkir mobil.
Dan dia… menembusku. Mobilnya tidak menabrakku. Aku seperti angin. Seperti bukan bagian dari dunia ini lagi.
Kembali ke Rumah
Aku kembali, hanya untuk menemukan hidupku berjalan tanpa aku. Lebih parahnya lagi, doppelgänger itu melakukannya lebih baik.
Dia lebih ramah ke tetangga. Lebih perhatian pada pekerjaan. Bahkan aku melihatnya menelepon ibuku lebih sering dari yang biasa kulakukan.
Dia hidup lebih baik sebagai aku daripada aku sendiri.
Aku mulai bertanya pada diriku sendiri—apakah aku memang layak hidup? Apakah aku memang sudah mati dan ini adalah bentuk hukuman? Tapi tidak. Aku masih bisa berpikir, merasa, marah, dan… sedih.
Mungkin aku bukan mati. Tapi diambil.
Aku Bukan Satu-Satunya
Segalanya berubah pada malam kelima. Saat aku duduk di atap rumah, memandang ke langit yang kelabu, aku mendengar langkah kaki lain. Langkah yang tidak berasal dari tubuhku.
Seseorang muncul dari bayangan pohon depan rumah. Sosok perempuan, lusuh, dengan tatapan kosong. Ia menatapku… langsung.
“Kamu juga, ya?” tanyanya dengan suara lirih.
Aku tertegun. “Kamu bisa melihatku?”
Dia mengangguk. “Aku sudah terjebak sepuluh tahun. Diambil oleh versi lebih sempurnaku. Sekarang aku hanya menunggu… menunggu orang lain yang melihat.”
“Melihat apa?”
Ia menunjuk ke rumahku. Ke jendela kamar. Di sana, doppelgänger-ku sedang berdiri… menatap balik. Senyumnya… tidak biasa. Ia tahu kami mengamatinya.
“Kita tidak bisa mengalahkannya,” kata perempuan itu. “Tapi mungkin kita bisa menggantikannya.”
Rencana Gila
Malam itu, kami menyusun rencana. Kami tidak tahu banyak tentang makhluk itu, kecuali bahwa mereka mengambil identitas yang lemah—jiwa-jiwa yang rapuh, kesepian, atau merasa tidak cukup.
Mereka tidak bisa masuk tanpa undangan. Tapi begitu mereka berhasil masuk, mereka tidak pergi.
Cara satu-satunya untuk membalikkan keadaan adalah mengguncang kestabilan mereka. Membuat mereka merasa bahwa mereka bukan yang asli. Menciptakan keraguan.
Malam itu, kami mulai membuat gangguan kecil. Pintu yang terbuka sendiri. Cermin yang retak. Musik yang menyala sendiri saat malam. Hal-hal kecil yang membuatnya gelisah.
Dan benar saja—dia mulai panik. Ia bolak-balik mengecek rumah. Ia mulai berbicara pada dirinya sendiri.
Kami bisa merasakan retakan itu mulai muncul.
Akhir yang Gagal
Tapi kami terlalu lambat.
Pada malam ketujuh, ia mengunci semua pintu. Menyalakan dupa dan membaca mantra aneh dalam bahasa yang tak kukenal.
Tiba-tiba, aku merasa ditarik—seperti sedang dihisap ke dalam kegelapan.
Sosok perempuan di sampingku berteriak. Tapi sebelum aku sempat mengatakan apapun, semuanya gelap.
Saat aku membuka mata, aku berada di tempat asing—ruang kosong, penuh bayangan. Di sekelilingku, puluhan orang lain… semua terlihat seperti orang biasa, tapi dengan mata kosong dan wajah pasrah.
Kami adalah yang tergantikan.
Penutup: Jika Kamu Melihat Dirimu Sendiri… Lari
Sekarang aku mengerti.
Dunia ini penuh dengan versi kita yang lebih “baik”—lebih ramah, lebih kuat, lebih sempurna. Tapi mereka bukan manusia.
Mereka adalah peniru. Dan jika kamu cukup lelah, cukup patah, mereka akan datang. Berdiri di depan rumahmu. Masuk tanpa suara.
Dan mengambil semuanya.
Jika suatu hari kamu melihat dirimu sendiri sedang membuka pintu rumahmu…
Lari. Jangan pernah masuk.
baca juga part sebelumnya Part 1: Aku Melihat Diriku Sendiri Pulang
simak juga artikel berita Kabar berita