Aku Melihat Diriku Sendiri Pulang: Siapa yang Sebenarnya di Rumah Itu?

Aku Melihat Diriku Sendiri Pulang: Siapa yang Sebenarnya di Rumah Itu? post thumbnail image

Cerita Horor Aku tidak akan pernah lupa malam itu.

Hujan turun sejak sore, lebat dan tak henti-henti. Jalanan kompleks perumahanku tampak sunyi, hanya suara rintik hujan yang masih menetes dari genteng dan daun-daun. Aku baru pulang dari lembur di kantor, kelelahan dan lapar. Jam di dashboard mobil menunjukkan pukul 19.03.

Ketika mobilku berhenti di depan rumah, aku langsung merasa ada yang janggal. Lampu teras rumahku menyala, seperti biasa. Tapi dari kaca spion, aku melihat sesuatu yang membuat darahku membeku.

Seseorang membuka pintu rumahku… dan masuk ke dalam. Seseorang yang tampak seperti aku.

Rambutnya, jaket abu-abu yang kukenakan pagi tadi, bahkan cara jalannya. Persis. Aku bahkan sempat melihat siluet wajahnya saat ia menoleh ke arah jalan. Itu aku.

Jantungku berdegup kencang. Aku masih duduk di dalam mobil, tidak berani bergerak. Aku mengedipkan mata beberapa kali, berharap itu hanya efek kelelahan. Tapi tidak. Lampu ruang tamu sekarang menyala. Tirai bergerak sedikit, seolah ada seseorang yang baru saja melewatinya.

Aku masih di sini. Di luar. Siapa yang tadi masuk ke rumahku?

Kupaksa diriku untuk keluar dari mobil. Hujan gerimis membasahi rambutku saat aku berjalan pelan ke arah pagar. Suasana begitu sunyi. Suara jangkrik seolah lenyap. Hanya suara langkah kakiku di atas paving basah yang terdengar.

Kupanggil pelan, “Halo…?”

Tak ada jawaban.

Dengan hati-hati, kubuka pagar. Kucoba menelepon kakakku, yang tinggal beberapa blok dari rumahku, tapi tak ada sinyal. Hanya “SOS Only” di pojok layar. Anehnya, padahal jaringan biasanya bagus.

Langkahku berat saat mendekati pintu rumah. Aku ragu. Tapi rasa penasaran dan ketakutan bercampur aduk. Kucoba memutar gagang pintu—tidak terkunci.

Pelan-pelan aku masuk.

Rumahku sepi. Tapi hangat. Lampu menyala, aroma teh melati tercium samar dari dapur. Aku mendengar suara sendok mengenai gelas. Seseorang sedang menyeduh teh.

Aku tahu kebiasaanku. Itu yang kulakukan setiap kali pulang kerja: membuat teh, duduk di meja dapur sambil membuka ponsel.

Aku melangkah lebih dalam, melewati ruang tamu, dan mengintip ke dapur.

Di sana aku melihatnya. Aku.
Duduk membelakangiku, sendok di tangan, mengaduk teh perlahan.

Aku tidak bisa berkata apa-apa. Badanku kaku. Tapi tiba-tiba… dia berbicara.

“Kamu akhirnya pulang juga.”

Suaranya… adalah suaraku. Tapi terdengar lebih datar. Dingin.

“Kamu siapa?” tanyaku dengan suara bergetar.

Dia menoleh. Wajahku. Tapi… tidak sepenuhnya. Matanya lebih gelap. Senyumnya… terlalu lebar, terlalu simetris.

“Aku kamu. Aku yang seharusnya di sini. Kamu sudah lelah, bukan? Serahkan saja semuanya padaku.”

Tubuhku gemetar. Kuambil langkah mundur, tapi pintu di belakangku menutup dengan sendirinya. Semua lampu rumah padam. Gelap gulita.

Dan saat itu, aku merasakan sesuatu berdiri tepat di belakangku. Nafasnya dingin di leherku.


Aku tidak tahu berapa lama aku pingsan. Tapi saat sadar, aku sudah terbaring di sofa. Rumahku terang. Tapi sunyi. Seperti tak ada yang pernah terjadi.

Kupikir semua itu hanya mimpi buruk. Efek kelelahan. Tapi kemudian aku sadar: jaketku bukan milikku. Model dan warnanya serupa, tapi detail kecil seperti kancing dan jahitan berbeda. Dompetku masih ada, tapi isinya kosong. Tak ada KTP. Tak ada kartu.

Aku berlari ke kamar. Kubuka lemari, mencari tas kerja. Tak ada.

Aku berdiri di depan cermin.

Wajahku… masih wajahku. Tapi entah kenapa, aku merasa asing. Ada sesuatu yang berbeda. Lebih pucat. Lebih kosong.

Lalu aku mendengar suara pintu terbuka. Seseorang masuk.

Aku mengintip ke luar kamar—dan aku melihatnya. Aku, yang tadi di dapur, berjalan masuk dari arah luar.

Dia menatapku.

“Kamu belum pergi?” tanyanya, datar.

“Ini rumahku.” Aku mencoba terdengar yakin, tapi suaraku gemetar.

“Sudah bukan. Kamu sudah menyerahkan semuanya. Kamu tidak ingat?”

Tiba-tiba bayangan gelap menjalar ke dinding. Sosok itu melangkah ke arahku, dan refleksi di cermin… mulai menghilang. Bukan hanya kabur. Tapi benar-benar menghilang.

Aku memejamkan mata. Saat kubuka… aku berdiri sendirian di kamar. Tapi kini semuanya terasa berbeda.

Aku merasa… ringan. Tapi bukan dengan cara yang baik.

Aku berjalan keluar kamar. Rumahku tampak normal. Tapi di meja, ada foto keluarga… dan wajahku tidak ada di sana. Wajahku diganti dengan orang lain—dengan dia.

Kupikir aku gila.

Kupikir ini mimpi.

Tapi sudah dua minggu berlalu sejak malam itu. Dan aku… masih di sini. Tapi tidak hidup.

Aku melihat tubuhku sendiri beraktivitas, makan, tidur, bekerja. Tapi aku hanya… mengamati. Tak bisa berbicara. Tak bisa menyentuh apa pun.

Aku tidak tahu siapa dia. Atau apa dia. Tapi dia sekarang tinggal di tubuhku. Di rumahku. Menjalani hidupku.

Dan aku hanya bayangan.


Penutup

Hati-hati ketika kamu pulang larut malam. Kadang, bukan kamu yang masuk ke rumah itu. Kadang, kamu hanya melihat… dirimu sendiri.

Tapi siapa yang sebenarnya tinggal di dalam rumah itu sekarang?

Kamu?

Atau sesuatu yang hanya menirumu?

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Related Post